Perbedaan Sastra lama
dan modern, dalam sastra lama ada kecenderungan nama pengarang tidak tercantum,
sebagai anonim, sebaliknya, dalam sastra modern nama justru merupakan identitas
yang sangat diperlukan.
Laurenson, 1972: 91
menjelaskan, terdapat sejumlah faktor penting yang perlu dipertimbangkan,
seperti : tingkat ekonomi masyarakat secara umum, kelas dan kelompok sosial di
mana ia terlibat, cirri-ciri audiens, sponsor dan patronase, dan tradisi
sastra, yang mengeindikasikan bahwa proses kreatif terjadi dalam kaitannya
dengan proses perubahan masyarakat. Cara-cara penulisan, khususnya gaya bahasa
yang digunakan pada gilirannya sesuai degan kondisi masyarakat pembacanya.
Peranan
Pengarang Sebagai Pencipta
Secara etimologis
author (inggris), autheur (Perancis) berasal dari augere (Latin) berarti
menumbuhkan atau menghasilkan. Bahasa sastra dengan demikian adalah ciptaan
pengarang, digali melalui aspek emosional terdalam. Dalam hubungan ini secara
khusus peranan pengarang dibicarakan dalam kaitannya dengan penggunaan gaya
bahasa.
Banyak faktor yang
mendorong para pengarang mencipta. Paling sedikit ada lima faktor utama proses
kreatif, yaitu : a. Faktor psikologis, b. Dikdaktis, c. Sosiologis, d.
Ekonomis, e. Estetis dan secara genetis dua faktor tadi dibedakan menjadi tiga
kelompok, dua faktor pertama berasal dari diri pengarang sendiri, dua faktor
berikut lebih banyak faktor dari luar, khususnya dalam kaitannya dengan
globalisasi masyarakat konteporer, faktor terakhir sebagai bentuk itu sendiri.
Sesuai dengan hakikat karya seni.
Fungsi seniman adalah
pencipta. Menurut langer yang diciptakan dalam karya seni adalah ilusi primer
dengan elemen-elemen yang dengan sendirinya berbeda pada setiap karya seni,
tergantung material yang digunakan. Ilusi primer diantaranya waktu dan memori
untuk seni sastra dan seni musik, ruang untuk seni plastis, dan daya untuk seni
tari. Dengan material yang sama, dengan genre yang berbeda maka
elemen-elemennya pun akan berbeda dengan puisi, berbeda pula dengan drama, dan
seterusnya.
Puisi disusun atas kata-kata, tetapi hanya berfungsi sebagai material. Penyair tidak hanya mengatakan sesuatu tetapi mengatakannya dengan cara tertentu, sehingga lahirlah kejadian dan penokohan, tema dan plot. Elemen yang dimaksudkan sebelumnya belum ada, jadi, secara keseluruhan diciptakan secaratiba-tiba sehingga melahirkan citra yang disebut sebagai citra puitika.
Kekhasan, kejeniusan,
dan cirri-ciri perbedaan antara seorang pengarang dengan masyarakat pada
umumnya sudah dibicarakan sejak lama. Pada zaman yunani pengarang dianggap
sebagai kegilaan (madness). Bahkan, ada anggapan bahwa bakat mengarang
merupakan kompensasi cacat tubuh, seperti : buta, tuli, dan cacat fisik lain.
Menurut Freud, seniman adalah orang yang lari dari kenyataan. Pengarang
seolah-olah hidup di alam lain, di dunia imajinasi sehingga di sana ia berhasil
menjadi tokoh, pahlawan, dan raja, sebagai obesinya yang tidak pernah dicapainya
di dunia nyata.
Setiap penulis memiliki cirri-ciri
individualitas di satu pihak, wakil zamannya di satu pihak lain, maka gaya
dianggap sebagai gabungan antara individu dan masyarakat. Karya sastra
dihasilkan antar hubungan harmonis individualitas dan komunitas. Dengan kalimat
lain, baik dalam bentuk penelitian otonom maupun sosiologi sastra, termasuk
sosiologi sastra dan antropologi sastra.
Sebutan pengarang benar-benar bersifat pribadi, kepengarang berakhir demikian ia meninggal. Dengan kaitannya dalam karya sastra, pengakuan diperoleh setelah pemahaman sejarah, resepsi sastra Jaussian, dan tanggapan pembaca pada umumnya.
Dalam teori sastra
konteporer model hubungan di atas diputar balik, oposisi biner pengarang dengan
karya di satu pihak, pengarang dengan pembaca di pihak lain didekontruksi.
Pengarang seolah-olah kembali menghilang sebagaimana dipahami dalam sastra
lama, disembunyikan dibalik tokoh-tokoh, hubungannya dengan karya menjadi
ambigu.
Foucault (1987:
125-127) mengemukakan tiga masalah dalam kaitannya dalam kaitannya dengan
peranan pengarang terhadap hasil karyanya, sebagai berikut. Pertama, karya
sastra adalah struktur diskursif, subyek
dihilangkan secara terus menerus. Karya sastra hanya menunjuk pada karya itu
sendiri, lepas dari emosi-emosi yang memegahkan diri sendiri. Kedua, relasi
oposisi pengarang dengan karya, bai dengan cara menerima kematian seperti tradisi
naratif Yunani Kuno, maupun menolaknya seperti cerita-cerita Arab.
Sebagai Penulis, Pengarang mempunyai dua jenis nama. Nama diri, nama yang sesungguhnya, dan nama sebagaimana tertulis dalam karya. Kedua jenis nama jelas sama kecuali bagi mereka yang sering menggunakan nama samaran.
Menurut Cassirer (
1990: 104) cirri utama manusia bukan fisik atau metafisik, melainkan karyannya.
Keturunan, kekayaan, dan berbagai status sosial lain hanyalah pelengkap.
Bahasa, seni, mitos, religi, sejarah dan ilmu pengetahuan, dan berbagai hasil
kreativitas lain yang secarakeseluruhan dihasilkan oleh emosi dan intelektual,
adalah hasil-hasil peradaban manusia yang dianggap sebgai indicator terpenting
untuk menunjuk identitasnya.
Pengarang, karya
sastra, dan pembaca adalah tiga komponen kunci yang menentukan keberadaan
sastra sebagai ilmu, kritik sastra, sejarah sastra, dan ilmu sastra itu sendiri
lahir melalui hubungan bermakna antara tiga komponen tersebut. Pada dasarnya
pengaranglah yang dianggap sebagai memiliki unsur kesejarahan paling dulu sebab
seperti disinnggung diatas pengarang merupakan asal-usul karya. Meskipun
demikian, dalam teori modern dan postmodern, sejak ditemukannya teori-teori
naratif, kehadiran pengarang dihilangkan secara terus menerus.
4 October 2016 at 19:18
jangan kasih kode brow