Definisi pengertian
Metafora ada dua pengertian, yaitu secara sempit dan luas.
Secara sempit, Metafora
adalah Majas seperti Metonimia, Sinekdoke,hiperbola, dan sebagainya
Pengertian secara luas
meliputi, semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa yang dianggap ‘menyimpang’
dari bahasa baku. Dalam pembicaraan ini metafora lebih banyak ditinjau dalam
kaitannya dengan pengertian ke dua.
Pengertian gaya bahasa
secara sempit, sebagai majas, yang secara tradisional sudah dikenal luas, yang
dibedakan menjadi dua majas penegasan, perbandingan, pertentangan, dan majas
sindirian, metafora termasuk salah satu unsure majas kedua, majas perbandingan.
Dilihat dari hakikatnya
sastra secara keseluruhan, sebagai kualitas estetis, perbandingan dianggap
sebagai majas yang paling penting sebab semua majas pada dasarnya memiliki
cirri-ciri perbandingan.
Sebagai animal
symbolicum kemampuan manusia adalah membandingkan. Makin banyak unsure-nusur
perbandingannya atau makin pandai seorang pengarang mencari perbandingan suatu
objek maka karyanya makin bermutu. Perbandingan menunukkan kemampuan seorang
pengarang untuk eksis di tengah-tengah masyarakat, baik sebagai individu maupun
trans individu dalam rangka membangun model-model hubungan dalam karya.
Kemampuan ini melibatkan dua kemampuan dasar manusia, emosionalitas dan
intelektualitas.
Perbandingan melibatkan
dua kemampuan dasar manusia, emosionalitas dan intelektualitas.
Dikemukakan oleh Aristoteles
bahwa kualitas metaforis krya seorang pengarang tergantung dari
presepsi-presepsi intuitif dalam menemukan persamaan diantara ketidaksamaan.
Persamaan yang dimaksudkan bukan semata-mata persamaan eksplisit, yang pada
umumnya dengan menggunakan kata-kata penghubung, sebagai simile, tetapi
membandingkannyasecara langsung, sebagai kata sanding.
Metafotra dengan
demikian seolah-olah tidak berstruktur, dua kata, dua konsep secara langsung
disandingkan, meskipun demikian dalam kondisi tanpa struktur formal inilah
dapat digali makna karya secara maksimal. Diantara genre sastra jelas puisilah
yang paling intens dalam menampilkan metafora, dengan cara menciptakan
konsep-konsep yang seolah-olah tidak berhubungan, tumpang tindih, bahkan
membingungkan.. tetapi justru variasi inilah yang dicari, baik oleh penyair
maupun pembaca. Kenikmatan yang sesungguhnya lahir melalui proses penemuan yang
lahir melalui cara-cara yang tak terduga.
Secara historis menurut
Wellek dan Warren (1989: 246-2470 ada tiga tahap perkembangan studi metafora.
Ketiga tahap yang dimaksudkan, diantaranya:
- Metafora Aristotelian, dengan cirri-ciri etetis, metafora sebagai pelengkaprektorika
- Metafora neo-Klasik, metafora sebagai objek yang sengaja diperoleh, baik oleh seniman maupun kritikus, dalam rangka menciptakan kualitas ambiguitas
- Metafora Zaman Modern, sebagai pecintraan bawah sadar, dengan pendekatan biografis-psikologis.
Makna di dalam metafora
tidak ada dalam dirinya sendiri melainkan di dalam dan melalui penafsiran,
sehingga ide yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan ide kata-kata semula.
Dengan adanya
pembatasan medium di satu pihak, intensitas pesan di pihak lain, maka kualitas
metafora dalam puisi sangat rumit sekaligus kompleks. Metafora dapat diciptakan
melalui kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata-kata lain, metafora juga
tercipta melalui metafora-metafora itu sendiri.
Pada umumnya metafora
dipahami sebagai imajinasi puitika dan hiasan rektorika, sebagai bahasa khas,
tetapi menurut Shelley bahasa secara subtansial adalah metaforis. Lebih
jauhLakoff dan Johnson menjelaskan bahwa metafora bukan semata-mata masalah
bahasa, metafora adalah proses pemikiran manusia. Kita berfikir dan bertindak
secara metaforis. Metafora tertanam dalam kehidupan sehari-hari.