Dari sejarah kelahirannya, sosiolinguistik lebih dulu mapan, sekitar 1960, dibandingkan dengan pragmatik. Sosiolinguistik adalah kajian bahasa yang dikaitkan dengan faktor-faktor atau gejala-gejala sosial dari pengguna bahasa dan penggunaan bahasa. dari segi semangat, kedua kajian itu (Pragmatik dan Sosiolinguistik) sama, yakni sama-sama menjadi pendobrak linguistik struktural yang dirumuskan oleh Chomsky. teori Chomsky, tetap dipandang berwatak struktural karena dia juga berbicara tentang struktural kalimat. hanya saja, teori linguistik ini mengabstrakan kalaimat (menjadi rumus-rumus dalam benak manusia). data kajian berupa kalimat yang diidealkan, artinya kalimat dianalisis dipersyaratkan harus sempurna, bebas dar kesalahan gramatika (sebagaimana yang telah dikuasai oleh orang dewasa). semua kalimat yang terujarkan, apapun bentuknya, dapat dikembalikan dalam satu rumus struktur kalimat, yakni FN+FV. ini berarti, tindakan Chomsky itu "menghomogenkan" bahasa. semua bahasa dianggap mempunyai struktur, dan semua bahasa mempunyai kalimat dengan struktur seperti itu. penghomogean inilah yang sangat ditentang oleh para pakar bahasa, seperti Dell Hymes, yang memandang bahasa bukan sekedar sebagai produk mental (sebagaimana dikemukakan oleh Chomsky), melainkan juga sebagai produk sosial (berupa kaidah-kaidah komunikasi), sebagai alat komunikasi sosial, dan memandang bahasa itu hakikatnya heterogen, beragam, bervariasi, karena pengguna dan penggunaan bahasa juga beragam. Bagi sosiolinguistik, tidak ada bahasa yang monolitik, yang tunggal, melainkan bervariasi ; bahkan sosiolinguistik itu justru muncul karena adanya variasi atau keragaman bahasa.
Bahasa A beragam secara geografis karena sekelompok penutur itu tinggal di daerah X dan sekelompok lainnya di daerah Y. Bahasa A itu beragam karena secara sosial penuturnya berbeda-beda sesuai dengan status sosialnya (sehingga dan ragam bahasa penguasa dan rakyat jelata), jenis kelaminnya (sehingga ada keberagaman bahasa wanita dan ragam bahasa Pria), profesi atau lapangan kehidupannya (sehingga ada ragam bahasa petani, ragam bahasa pedagang,buruh, dsb), atau etniknya (sehingga ada bahasa madura, bahasa sunda, bahasa bali, dsb)
Bahkan tiap-tiap individu penutur memiliki khasanah ragam tutur atau gaya tutur yang bermacam-macam untuk berbagai maksud dan tujuan: untuk berkirim surat secara pribadi, untuk berpidato, berbicara dengan anggota keluarga, dengan pejabat, dsb. Dalam ragam tutur itulah dirasakan dekatnya antara sosiolinguistik dan pragmatik. kedekatan hubungan itu juga dapat dilihat dalam hubungannya dengan pengguna bahasa. begitu pula pragmatik. pragmatik misalnya, mengkaji ihwal sopan santun dalam bertutur. Kita dapat menyusun sekian banyak ujaran mulai dari yang paling sopan sampai dengan yang paling tidak sopan. tetapi urutan itu tentu tidak sama dari bangsa ke bangsa dan dari suku ke suku, karena hal itu berkaitan dengan segi budaya.
Pragmatik sendiri menentang teori Chomsky karena dia melepaskan konteks dari kalimat ujaran, padahal kalimat (dalam arti "ujaran") itu ada pesta, upacara keagamaan, obrolan di tempat kerja, sidang pengadilan, dsb. Dalam situasi tutur seperti pesta kawin, misalnya terjadi sejumlah peristiwa tutur, seperti ada sambutan, percakapan, dsb. Tutur semacam itu tentu melibatkan penutur, petutur, topik, lokal, suasana, dsb. Komponen-komponen ini berpengaruh terhadap bentuk bahasa apa yang digunakan. Dalam hal semacam itu sosiolinguistik juga ikut berkepentingan untuk mengkaji.
Dalam batasan tertentu objek kajian sosiolinguistik dan [pragmatik memang sama, misalnya, percakapan. Dalam sebuah percakapan antara penutur (A) dan penutur (B) tentang topik harga BBM di tempat kerja, mungkin keduanya menggunakan bahasa daerah; tetapi begitu datang C, percakapan berubah menjadi bahasa indonesia karena C tidak mampu berbahasa daerah; suasana yang tadinya akrab berubah menjadi agak formal. Sosiolinguistik mungkin melihat perubahan dari bahasa daerah ke bahasa indonesia mempunyai makna sosial tertentu sebagaimana telah dikemukakan tadi, yakni mengubah suasana akrab menjadi suasana lebih formal. pragmatik mungkin mengkaji berbagai tindak tutur di dalam percakapan itu, misalnya, ada tindak tutur mengkritik tetapi bentuknya kalimat tanya; ada kalimat yang makananya secara harfiah 'X' tetapi yang dimaksudkan adalah 'Y'.
Hubungan sosiolinguistik dan Pragmatik menjadi perhatian Geofrey Leech (1983). Menurut Leech, analisis percakapan menekankan bahwa dalam studi bahasa dimensi sosial merupakan dimensi yang utama. Leech menyebutkan pragmatik sebagai pragmatik umum, yaitu kajian mengenai kondisi-kondisi umum penggunaan bahasa secara komunikatif. jika pragmatik mengkaji kondisi-kondisi yang spesifik (khusus), misalnya penggunaan bahasa pada suatu kelompok penutur tertentu (pada bangsa atau suku tertentu), maka kajian ini disebut Sosiopragmatik. ini merupakan perpaduan antara Pragmatik dan Sosiologi.