Di
dalam RPJM telah digariskan bahwa arah dari program KRR adalah :a). peningkatan
pemahaman kesehatan reproduksi remaja, b). penguatan institusi masyarakat dan
pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan reproduski bagi remaja, c).
pemberian konseling tentang permasalahan remaja.
Peningkatan
pemahan kesehatan reproduksi remaja menjadi arah kebijakan dibidang penyediaan
informasi. Penyediaan informasi tidak hanya dilakukan oleh pihak pemerintah,
namun juga oleh berbagai LSM peduli kesehatan reproduksi remaja. Masalahnya
adalah apakah informasi yang disiapkan selama ini dapat memenuhi kebutuhan
remaja akan informasi kesehatan reproduksi ?
Selanjutnya,
penguatan institusi masyarakat dan pemerintah yang diberikan pelayanan
kesehatan reproduksi bagi remaja menjadi arah dari kebijakan KRR. Berbagai
institusi yang sudah ada di masyarakat perlu diberdayakan untuk mendekatkan
akses remaja terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja.
Begitu pula dari sisi pemerintah, berbagai sektor perlu membantu memperluas
penyediaan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi.
Arah
kebijakan yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian konseling yang tentang
permasalahan remaja. Hal yang mendasari adalah karena pemberian informasi saja
tidak cukup, sebagai remaja sudah mengalammi berbagai permasalahan dalam
kesehatan reproduksi. Sehingga mereka perlu memperoleh bantuan dari oranglain
untuk keluar dari masalah-masalah yang dialami. Bantuan tersebut dapat berupa
konseling, karena konseling pada prisnsipnya membantu klien untuk mengambil
keputusan.
Pokok-Pokok
Kegiatan KRR
Pemahaman
dan kesadaran tentang hak dan kesehatan reproduksi para remaja masih rendah, da
beberapa diantaranya pemahaman tersebut tidak tepat. Masyarakat dan keluarga
masih enggan untuk membicarakan masalah reproduksi secara terbuka dalam
keluarga dan masyarakat. Anak dan remaja lebih merasa nyaman mendiskusikannya
secara terbuka dengan sesama teman. Pembahasan kesehatan reproduksi dari sudut
nilai-nilai adat, budaya dan agama yang menganggap masalah kesehatan reproduksi
remaja sebagai hal yang tabu justru lebih ppopuler dibanding dengan pemahaman
pentingnya untuk mengetahui dan mendiskusikan secara benar tentang masalah
kesehatan reproduksi remaja. Padahal pengetahuan para remaja yang secara tepat
dan benar tentang masalah kesehatan reproduksi sangat penting. Pengetahuan
tersebut diperlukan untuk mendukung : a) upaya menigkatkan status kesehatan
reproduksi remaja, dan b) pengendalian angka kelahiran melalui pengaturan usia
kawin. Oleh karena itu, upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
remaja dan orang tua yang bertanggung jawab tentang kesehatan reproduksi
menjadi salah satu program dalam keluarga berencana. Upaya tersebut dilakukan
melalui : a) pemberdayaan pengelola program, penyediaan pusat-pusat informasi,
b). pemberian KIE kepada remaja dan orang tua, serta c). Advokasi guna mendapat
dukungan politis (political will) dan komitmen termasuk pendanaan untuk
mendukung program kesehatan reproduksi remaja.
A.
Pemberdayaan
pengelola program dan masyarakat.
Peran
pendidik dan konselor sebaya dalam program kesehatan reproduksi remaja sangat
penting. Berbagai hasil memperlihatkan bahwa para remaja lebih merasa terbuka
jika berdiskusi mengenai KRR dengan orang yang dianggap sebaya dan mengerti
tentang kehidupan mereka yang peduli dan dapat memahamikehidupan remaja dapat
dijadikan sebagai tenaga penyuluh, pendidik, pembimbing dan konselor tentang
kesehatan reproduksi melaui latihan, fasilitasi, bimbingan sarta bantuan teknis
secara sistematis.
Disamping
para pendidik dan konselor sebaya tersebut, penting pula untuk memberdayakan
para pengelola program pada seluruh tingkatan (pusat, provinsi,
kabupaten/kota). Para pengelola tersebut perlu dibakali dengan berbagai
pengatahuan tentang bagaimana mengembangkan program KRR yang ramah remaja
‘adolcent friendly’ banyak kegagalan dalam program KRR karena pengelola program
tidak mamahami bagaiman program yang ramah remaja. Mereka lebih banyak
mengembangkan program dari sudut pandang mereka dan bukan dari sudut kebutuhan
remaja. Mereka lebih banyak mengembangkan program dari sudut pandang mereka dan
bukan dari sudut kebutuhan remaja. Oleh karena itu dalam mengembangkan program
KRR, para pengelola program harus melibatkan para remaja mulai dari perencanaan
sampai pada monitoring dan evaluasi.
Para
tenaga pendidik dan konselor sebaya tersebut nantinya bersama-sama dengan
pengelola program KRR dan BKKBN atau instansi serta stakeholder lainnya,
termasuk provider kesehatan dapt mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan yang
sesuai dengan kondisi daerah dan target sasaran masing-masing.
B.
Pusat
Informasi dan Konsultasi KRR (PIK-KRR)
Pusat
dan lembaga advokasi dan konsultasi hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi
remaja yang pada saat ini masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan
mutunya. Di lain pihak kebenaran lembaga tersebut sangat penting bagi
perlindungan dan bantuan untuk mewujudkan hak-hak reproduksi para remaja. Oleh
karena perlu upaya meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pusat informasi
dan konsultasi KRR tersebut. Keberadaan pusat tersebut harus makin diketahui
secara luas oleh masyarakat dan mudah dijangkau oleh para remaja, atau siapa
saja yang membutuhkannya. Diperlukan informasi dan pelayanan dengan tingkat
kualitas yang makin memadai dan terealisasi karenaburuknya informasi akan
memberikan hasil yang tidak memuaskan.
C.
Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Remaja
Pemberian
informasi kesehatan reproduksi kepada remaja maupun orang tua dapat dilakukan
melalui berbagai jalur media yang tersedia baik media massa, cetak, elektronik
maupun “e-file”, berbagai kelompok yang ada didalam masyarakat serta sekolah.
Pemberian informasi tersebut ditujukan kepada remaja maupun orang tua. Materi
meliputi 3 aspek utama : a) kesehatan reproduksi yaitu seputar seksualitas
manusia termasuk reproduksi manusia, b) HIV/AIDS, dan c) narkoba. Ketiga isu
utama KRR tersebut dikemas dan dikaitkan dengan life skill
(kecakapan/ketrampilan hidup), yaitu bagaimana para remaja dapat menghindari
hal-hal yang buruk bagi kondisi kesehatan reproduksi mereka. Dalam proses
penyiapan KIE tersebut maka selain diperlukan penyiapan SDM dan metode
penyampaian juga perlu dikembangkan materi yang berkualitas yang mampu berubah
tidak saja aspek pengetahuan namun juga sikap dan perilaku terget sasaran
(Behavior Change Comunication=komunikasi perubahan perilaku).
D.
Advokasi
untuk penguatan komitmen program KRR
Keberhasilan
pelaksanaan program KRR perlu didukung dengan kemauan politisi dan komitmen
pendanaan serta perangkat peraturan dan kebijakan bagi terselenggaranya upaya
penanganan masalah KRR. Kominmen tersebut perlu dikembangkan disemua tingkatan
dan melibatkan berbagai stakeholder termasuk keluarga (orang tua). Banyak
pengalaman memperlihatkan bahwa keberlanjutan program KRR dilapangan sangat
tergantung dari dukungan orang tua dan tokoh masyarakat. Penolakan terhadap
program KRR seringkali disebabkan orang tua dan tokoh masyarakat tidak memiliki
informasi yang memadai tentang program yang sesungguhnya.
Tujuan
program kesehatna reproduksi remaja adalah untuk menigkatkan pemahaman,
pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak
reproduksi. Untuk itu isu pokok dalam kesehatan reproduksi remaja menyangkut 3
hal (“triad KRR”): seksualitas, HIV/AIDS, dan NAPZA.
Selanjutnya,
kebijakan teknis kesehatan reproduksi remaja diarahkan untuk: a) Penigkatan
pemahaman kesehatan reproduksi remaja, b) Pengetahuan institusi masyarakat dan
pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja, dan
Pemberian konseling tentang permasalahan remaja. Upaya yang dilakukan sebagai
kegiatan di lapangan adalah : a) Pemberdayaan dan pengelola program dan
masyarakat, b)Pusat Informasi dan Konsultasi KRR (PIK-KRR), c) Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Remaja, dan d) Advokasi untuk
penguatan komitmen program KRR.