twitter




Abstrak

Dalam penellitian ini, dalam penganalisisan peneliti lebih memfokuskan pada unsur moralitas yang terdapat dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM. Dalam penelitian ini, peneliti membagi bagian (pembahasan) menjadi delapan bagian. Bagian pertama, berisi tentang latar belakang dari penelitian ini. Dalam bagian ini, peneliti memaparkan tentang apa alasan peneliti mengambil topik yang diambil sebagai penelitian, pentingnya peneliti mengambil topik yang diambil sebagai penelitian, dan manfaat yang dapat diperoleh dari topik yang dikaji oleh penelit tersebut. Pada bagian kedua, peneliti memaparkan tentang masalah yang telah dirumuskan oleh peneliti sebagai bahan penganalisisan, yang terdiri dari moral baik dan moral buruk dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM. Bagian ketiga, peneliti memaparkan tentang tujuan dari penelitian, yaitu untuk pendeskripsian moral baik dan buruk dalam novel “umang” karya Ferry Irawan AM. Bagian keempat, peneliti memaparkan tentang landasan teori yang digunakan (berkaitan) dengan penelitian, yaitu tentang pengertian sastra, pengertian novel, unsur-unsur pembangun novel, pengertian moralitas, macam-macam moralitas, dan bentuk moralitas.
Sedangkan pada bagian kelima, peneliti memaparkan tentang metode penelitian, yaitu pembahasannya tentang metode yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian, sumber data yang digunakan peneliti, jenis data yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian, dan instrumen yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian. Pada bagian keenam, peneliti memaparkan tentang hasil penelitian, yaitu tentang pendeskripsian moralitas yang terdapat dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM, yang terdiri dari moral baik dan moral buruk. Moral baik terdiri dari kesabaran, tawakal, berjiwa kepemimpinan, suka menolong, taqwa, dan taat beribadah. Sedangakn moral buruknya terdiri dari buruk sangka dan pemarah. Pada bagian ketujuh, peneliti memaparkan tentang penutup penelitian, yang berisi tentang simpulan dan saran. Dan bagian terakhir pada penelitian ini, yakni tentang daftar rujukan yang digunakan peneliti sebagai penunjang kelancaran dalam proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti. 

1.     Latar Belakang
Dalam penelitian novel “Umang” karya Ferry Irawan AM ini, sesuai dengan judul yang diambil peneliti yaitu Moralitas dalam Novel “Umang” Karya Ferry Irawan, maka penelitian mengacu pada pendeskripsian tentang moralitas yang terkandung atau tercermin dalam setiap tokoh yang ada dalam novel tersebut. Adapun alasan mengapa peneliti lebih menekankan penelitian pada pendeskripsian moralitas yang terkandung dalam novel “Umang” Karya Ferry Irawan AM, yaitu agar mengetahui bagaimana moralitas yang digambarkan oleh pengarang pada setiap tokoh yang ada dalam novel, baik tokoh utama atau pun tokoh tambahan (pembantu) yang ada dalam novel “UmangFerry Irawan AM tersebut.
Pentingnya penelitian ini yaitu agar dapat dijadikan sebagai gambaran dalam memahami sebuah karya sastra, apabila kita dalam membaca sebuah karya sastra (novel) mengetahui tentang moralitas yang tercermin dalam novel, yang digambarkan pengarang melalui tokoh-tokoh yang ada dalam novel, maka kita (pembaca) dapat mengetahui pencerminan moral pengarang pada setiap tokoh yang ada dalam novel dan memperoleh pelajaran dari pencerminan moral-moral itu, yang merupakan bentuk penyampaian pesan dari pengarang sebagai contoh atau motivasi hidup bagi para setiap pembacanya.
Dari penelitian ini, peneliti berharap agar dari hasil penelitian dapat bermanfaat bagi para pembacanya, misalnya saja dapat dijadikan sebagai masukan dan referensi dalam ilmu pengetahuan sastra, khususnya pada pengkajian yang sesuai dengan topik pembahasan yang diambil peneliti.

2.     Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.      Bagaimana moral baik dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM?
b.     Bagaimana moral buruk dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM?


3.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, maka dapat diambil beberapa tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian itu yaitu untuk:
a.     Mendeskripsikan moral baik dalam novel “Umang” Karya Ferry Irawan AM.
b.     Mendeskripsikan moral baik dalam novel “Umang” Karya Ferry Irawan AM.

4.     Landasan Teori
Dalam penelitian ini dipakai seperangkat teori yang berhubungan dengan penelitian yang berjudul analisis karakter tokoh dalam novel “Sebelas Patriot” karya Andrea Hirata. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang: (1) pengertian sastra, (2) pengertian novel, (3) unsur pembangun novel, (4) pengertian moral (moralitas), (5) macam-macam moral, dan (6) bentuk-bentuk moral.

A.    Pengertian Sastra
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi

B.    Pengertian Novel
Novel bersifat expands “meluas” dan cenderung menitikberatkan complexity “kompleksitas”. Sebuah novel jelas tidak dapat dibaca selesai dalam sekali duduk. Karena panjangnya sebuah novel sastra khusus cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu. Jadi, salah satu efek perjalan waktu dalam novel inilah perkembangan karakter tokoh. Novel memungkinkan kita untuk menangkap perkembangan karakter tokoh.
Novel juga memungkinkan adanya penyajian panjang lebar tentang tempat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menarik perhatian para novelis. Masyarakat memiliki dimensi ruang dan waktu, sebuah masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seseorang tokoh dalam masyarakat beruabah dan berkembang dalam waktu, karena panjang novel memungkinkan dalam menentukan bagaimana karakter itu.
Menurut Suhendar dan Supinah (1993: 194), novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, yang menguraikan peristiwa kehidupan seseorang yang luar biasa, dan berakhir dengan perubahan nasib kehidupan pelakunya. Sedangkan menurut Sudjiman (1984: 53), novel adalah prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun.
Jadi novel adalah cerita yang berbentuk prosa dengan ukuran yang luas, yang memiliki plot (alur) yang kompleks, karakter, tema, setting yang beragam dan menguraikan peristiwa kehidupan seseorang yang berakhir dengan perubahan nasib kehidupan serta bersifat expands “meluas”.

C.    Unsur Pembangun Novel
Novel dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah segala unsur atau elemen yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur karya sastra tersebut di antaranya: alur atau plot, penokohan dan perwatakan, setting, sudut pandang atau point of view, gaya dan tema. Sedangka unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar karya sastra, yang meliputi hubungan karya sastra dengan faktor historis, hubungan karya sastra dengan religius, sosiologi, psikologis, dan sebagainya.

o   Alur atau plot
Menurut Bowen (via jiwa, 1986: 46) bahwa plot sebuah cerita dalam arti sarana untuk membohong pada anak-anak, diminta kebohongan itu dapat menghiburnya. Dalam pandangan ini, novel pun dianggap Bowen sebagai kebohongan karena harus mengadakan sesuatu yang terjadi di dalam karya itu namun sebenarnya tidak pernah terjadi. Oleh karena itu,sebuah novel seharusnya mengungkapkan suatu kebenaran di dalam suatu kebohongan.
Menurut Aminuddin (1997: 87), alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin cerita yang dihadirkan oleh pelaku dalam suatu cerita. Lain lagi menurut Wellek dan Waren (1990: 285), alur novel adalah struktur dari sebuah struktur yang lebih besar.
Adapun tahapan-tahapan peristiwa diawali oleh komplikasi, konflik, klimaks, peleraian, penyelesaian, dan akhiri perkenalan (Aminuddin, 1987: 84). Montage dan Hensaw (via Aminuddin 1987: 84) menjelaskan tahapan peristiwa dalam plot meliputi: 1) exposisi, yakni tahapan yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita; 2) inciting force, yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku; 3) rising action, yakni situasi yang panas karena pelaku dalam cerita mulai berkonflik; 4) crisis, yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran oleh  pengarangnya; 5) climax, yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri; 6) falling action, yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.
Menurut Loban (via Aminuddin, 1987: 84) dan kawan-kawan mengatakan bahwa tahapan-tahapan alur atau plot meliputi: (1) eksposisi, (2)komplikasi, (3) klimaks, (4) relevansi atau penyingkapan suatu problema, (5) penyelesaian atau denovment.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur dalam fiksi (novel) ada 5 yaitu: (1) eksposisi, (2) komplikasi, (3) klimaks, (4) relevansi atau peningkatan suatu problema, (5) penyelesaian atau denovment (Loba (via, Aminuddin, 1987: 84).

o   Penokohan dan Perwatakan
      Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang disebut tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan (Aminuddin, 1987: 79).
      Boulton (via Aminuddin, 1987: 79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup dalam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri. Adapun bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap sebutan adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan (Wellek & Waren, 1990: 287).
      Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita disebut tokoh inti atau utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peran tidak penting karena pemuculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utam disebut tokoh tambahan atau tokoh pelaku (Aminuddin, 1987: 80).
      Tokoh dalam cerita seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari, selalu memiliki watak masing-masing. Misalnya: (1) pelaku protagonis, yakni pelaku yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca; (2) pelaku antagonis, yakni pelaku yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang diidamkan pembaca.
      Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menulusuri lewat: (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik peakunya; (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian; (3) menunjukkan bagaimana perilakunya; (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri; (5) memahami bagaimana jalan pikirannya; (6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya; (7) melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya; (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya; dan (9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya (Aminuddin, 1987: 80-81).
      Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku protagonis dan pelaku antagonis, juga terdapat berbagai macam pelaku yaitu: (1) simple charakter, pelaku yang tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah, umumnya adalah pelaku tambahan; (2) complex charakter, yakni pelaku yang pemunculannya banyak dibebani permasalahan, umumnya adalah pelaku utama; (3) pelaku dinamis, yakni pelaku yang memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan penampilannya; (4) pelaku statis, yakni pelaku yang tidak menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita berakhir (aminuddin, 1987: 82-83).
     Menurut Sumardjo (1986: 65-66) ada beberapa cara untuk mengenali tokoh dan karakternya, yakn:
a.      Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh
Tindakan serta hidup tokoh dalam mengahadpi dan menyelesaikan persoalan dapat menunjukkan sikap serta karakter dari tokoh yang bersangkutan.
b.     Melalui ucapan-ucapannya
Dari apa yang pembaca akan mengenali siapa tokoh-tokoh tersebut. Dari ucapan dapat menyimpulkan tokoh tersebut pria, tua, muda, dan suku mana.
c.      Melaui penggambaran fisik tokoh
Untuk memperkuat penggambaran watak tokoh, pengarang sering menggambarkan secara deskripsi fisik tokoh, misalnya bentuk tubuh, wajah. Maka dari penggambaran fisik tersebut pembaca juga dapat mengenali karakter tokoh.
d.     Melalui pikiran-pikirannya
Tidak jarang dalam cerita rekaan terungkap apa yang dipikirkan tokoh tersebut pembaca dapat mengenali karakter tokoh yang bersangkutan.
e.      Melalui penerangan langsung
Dalam hal ini pengarang sudah memberi gambaran langsung tentang watak dan karakter tokohnya.

o     Setting
    Setting dalam prosa fiksi nerupakan latar peristiwa baik yang berupa latar waktu,  latar tempat maupun latar peristiwa. Aminuddin (1987: 67-72) mengatakan bahwa setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Perbedaan antara setting fisikal dengan setting psikologi adalah: (1) setting fisikal berhubungan dengan tempat serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, hanya terbatas pada fisk, untuk memahami setting ini pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat; (2) setting psikologis berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu makna serta mampu mengajak emosi pembaca berupa suasana maupun sikap, serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu, untuk memahami setting ini membutuhkan adanya pengahayatan dan penafsiran (Aminuddin, 1987: 68-70).

o   Titik pandang atau point of view
    Menurut Aminuddin (1987: 90-91), titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi: (1) narator ominiscient, yakni narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita; (2) narator observer, yakni bila pengisah berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku cerita serta hanya  tahu dalam batas tertentu tentang batiniah para pelaku; (3) narator observer ominiscient, yakni pengarang menjadi pengamat dari pelaku; (4) narator the third person ominiscient.
    Menurut Sumardjo & Saini (1986: 82-85) point of view adalah sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Titik pandang meliputi: (1) omniscient paoin of view, yakni pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya; (2) objective point of view, yakni pengarang sama sekali tidak memberi komentar apapun, pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam para pikiran pelaku; (3) point of view orang pertama, yakni pengarang bercerita dengan sudut pandan “aku” jadi pengarang seperti menceritakan pengalamannya sendiri. Dengan teknik ini pembaca diajak ke pusat kejadian, melihat merasakan melalui mata dan kesadaran orang yang langsung bersangkutan; (4) point of view peninjau, yakni pengarang memilih salah satu contoh untuk bercerita.
    Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku serta kejadian dalam cerita yang dipaparkan.

o   Gaya bahasa atau style
    Menurut Sumardjo dan Saini (1986: 92), gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam sebauah novel. Dengan kata lain gaya adalah perilaku pengarang itu sendiri.
    Menurut Aminuddin (1987: 72), gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasan dengan menggunakan bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat daya intelektual dan emosi pembaca. Menurut Scharbach (via Aminuddin, 72) gaya sebagai hiasan, serta sesuatu yang suci sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri.
    Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan dan mengungkapkan gagasannya menggunakan bahasa yang indah dan harmonis.

o   Tema
    Tema adalah sebauah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar ingin bercerita, tetapi ingin mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Misalnya masalah tentang kehidupan, pandangan hidup tentang kehidupan atau berkomentar terhadap kehidupan. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut. Tema tidak perlu berwujud moral, atau ajaran moral.tetapi tema bisa berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Pengarang bisa saja hanya mengemukakan suatu masalah kehidupan dan problem tersebut tidak perlu dipecahkan. Pengarang sering menyatakan ide atau temanya dalam unsur cerita (Sumardjo & Saini, 1986: 56.
    Dalam menemukan tema dari sebuah cerita rekaan harus diperhatikan beberapa hal, yakni:
a.      Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.
b.     Memahami penokohan dan perawatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
c.      Memahami plot dan alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
d.     Menentukan sikap ke dalam pokok-pokok pikiran yang ditampilkan.
e.      Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta mengumpulkanide dasar cerita yang dipaparkan (Aminuddin, 1987: 92).
     Dari hal tersebut tampaklah bahwa dalam menentukan tema dari sebuah cerita juga tergantung pada unsur-unsur cerita rekaan yang lain. Hal itu mengingat antara unsur cerita rekaan yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan saling mendukung dalam menyusun dan membentuk cerita rekaan.

D.    Pengertian Moral (Moralitas)
      Jika moral diartikan sebagai [sesuatu] yang menyangkut mengenai baik-buruknya manusia sebagai manusia, maka moralitas adalah keseluruhan norma, nilai dan sikap moral seseorang atau sebuah masyarakat, jadi moralitas adalah kompleksitas moral dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Suatu hal yang harus disadari sejak awal adalah bahwa apabila kita memberikan penilaian terhadap seseorang, maka ukuran (norma moral) tersebut data dari kita, bukan dari yang bersangkutan (orang yang dinilai). Itulah sebabnya penilaian tersebut pada hakikatnya bersifat subjektif.
      Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, yang harus dan yang tidak pantas dilakukan baik keharusan alamiah maupun keharusan moral. Keharusan alamiah terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam. Sedangkan, keharusan moral bahwa hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
      Adapun pembahasan tentang moral (moralitas) penulis mencuplik beberapa tulisan yang berada dalam skripsi yang dimuat dalam situs ini (http://kajiansastra.blogspot.com/2011/08/analisis-nilai-moral-dalam-novel.html) yaitu sebagai berikut, Seperti diketahui kata moral berasal dari kata Latin “mos” yang berarti kebiasaan, kata mos jika akan dijadikan kata keterangan atau kata nama sifat lalu mendapat perubahan pada belakangnya, sehingga kebiasaan jadi moris, dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan itu, yang semula berbunyi moralis. Moral menurut Salam (2000: 12) adalah ilmu yang mencari keselarasan perbuatan-perbuatan manusia (tindakan insani) dengan dasar-dasar yang sedalam-dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia.
      Adapun moral secara umum mengarah pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, dan sebagainya. Remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Remaja yang bermoral dengan sendirinya akan tampak dalam penilaian atau penalaran moralnya serta pada perilakunya yang baik, benar, dan sesuai dengan etika, Selly Tokan (dalam Asri Budiningsih, 1999: 5).
      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa moral merupakan ajaran  baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, kewajiban, susila dan sebagainya (KBBI, 2008: 754).
      Moral menurut Darajat (dalam Kamaruddin, 1985: 9) adalah kelakuan yang sesuai ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut. Tindakan ini haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

E.    Macam-macam Moral
      Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan, dan kelakuan (akhlak). Demoralisasi berarti kerusakan moral. Moral juga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a.      Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
b.     Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat yang menguasai pemutaran manusia.
Kata moral selalu mengacu kepada baik buruk manusia. Sikap moral disebut juga moralitas yaitu sikap hati seseorang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih dan hanya moralitaslah yang dapat bernilai secara moral. Nilai moral dapat diperoleh di dalam nilai moralitas. Moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan hukum atau norma batiniah, yakni dipandang sebagai kewajiban.

F.     Bentuk-bentuk Moral
Menurut Kohlberg (1977: 5) penalaran atau pemikiran moral merupakan faktor penentu yang melahirkan perilaku moral. Oleh karena itu, untuk menemukan perilaku moral yang sebenarnya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya pengukuran moral yang benar tidak sekadar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapi harus melihat pada penalaran moral yang mendasari keputusan perilaku tersebut.
Bila dikatakan bahwa karya sastra itu semata-mata tiruan alam, maka dengan sendirinya sastra itu bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak memperjuangkan kebenaran. Dalam kenyataan ukuran kebenaran merupakan ukuran yang sering digunakan dalam menilai suatu karya sastra. Pembaca sering mempertanyakan tentang sesuatu yang diungkapkan pengarang itu mempunyai hubungan dengan kebenaran. Nilai-nilai moral atau lainnya dalam kehidupan sehari-hari, sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model-model atau sosok yang sengaja ditampilkan pengarang sebagai sikap dan tingkah laku yang baik atau diikuti minimal dicenderungi oleh pembaca. Dengan demikian aspek moral adalah segala aspek yang menyangkut baik buruknya suatu perbuatan. Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila. Adapun bentuk-bentuk moral sebagai berikut:

a.      Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, dan sebagainya (KBBI, 2008: 1085). Manusia dijadikan Allah swt., dalam bentuk yang tidak hidup sendirian, karena tidak dapat mengusahakan sendiri seluruh keperluan hidupnya baik untuk memperoleh makanan, memperoleh pakaian, dan semuanya. Dengan demikian manusia memerlukan pergaulan dan saling membantu.

b.     Akhlak
      Secara bahasa kata akhlak jamak dari khuluqin yang diartikan tabiat, kebiasaan, adab. Sedangkan secara istilah adalah sifat yang mantap di dalam diri yang membuat perbuatan, yang dilakukannya baik atau buruk, bagus atau jelek (Islamwiki, 2008). Oleh karenanya, apabila amal dan pikiran seseorang sholeh (baik) maka sholeh pula diri dan akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya rusak maka rusak pula dirinya dan akhlaknya.
Akhlak dapat dirumuskan sebagai suatu sifat atau sikap kepribadian yang melahirkan tingkah laku perbuatan manusia, dalam usaha membentuk kehidupan yang sempurna berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah. Dengan kata lain, akhlak ialah suatu sistem yang menilai perbuatan lahir dan batin manusia baik secara individu, kumpulan, dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik secara individu, kehidupan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin, dan juga dengan alam sekitar.
c.      Etika
Istilah etika berasal dari kata Latin: Ethic (us), dalam bahasa Inggris: Ethikos = a body of moral principles or values. Ethic = arti sebenarnya, ialah kebiasaan, habit, custom. Jadi dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan baik itu ialah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat (dewasa itu). Lambat laun pengertian etika itu berubah, seperti pengertian sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai jahat (Burhanuddin, 2000: 3).
d.     Susila
Secara kebahasaan perkataan susila merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sansekerta. Su berarti baik atau bagus, sedangkan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Jadi, susila berarti dasar, prinsip, peraturan atau norma hidup yang baik atau bagus. Selain itu, istilah susila pun mengandung pengertian peraturan hidup yang lebih baik. Istilah susila dapat pula berarti sopan, beradab, dan baik budi bahasanya. Dengan demikian, kesusilaan dengan penambahan awalan ke dan akhiran an sama artinya dengan kesopanan.

5.     Metode Penelitian
a.     Metode Penelitian
      Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif, metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau tulisan tentang orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi dan gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
      Seperti dalam penelitian ini, yaitu untuk mendapatkan deskripsi tentang moralitas dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM, untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti mengumpulkan data-data yang diperoleh setelah membaca keseluruhan novel “Umang” karya Ferry Irawan AM ini, kemudian dari data-data yang telah terkumpul, peneliti mengambil (mereduksi) data yang lebih sesuai dengan topik (tujuan) tentang penelitian yang diambil peneliti.
b.     Sumber Data
      Sumber data dalam penelitian ini berupa novel “Umang” karya Ferry Irawan yang diterbitkan oleh Diva Press (356 Halaman).
c.      Jenis Data
Data dalam penelitian ini berupa:
·     Pernyataan-pernyataan tokoh yang langsung maupun tidak langsung dalam novel “Umang” Karya Ferry Irawan AM..
·     Pelukisan tentang moralitas, yang terdiri dari moral baik dan moral buruk yang terdapat dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM.
d.     Instrumen
     Pada dasarnya instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan kemampuan menganalisis novel, yaitu dengan cara mendeskripsikan tentang moralitas dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan.

6.     Hasil Analisis Moralitas dalam Novel Umang Karya Ferry Irawan AM
      Di bawah ini akan diuraikan tentang moralitas dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM, yang tercermin dalam tokoh-tokoh yang ada dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM, yaitu sebagai berikut.

1.     Moral Baik
      Moral yang baik adalah sikap atau tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang. Adapun moral baik dalam novel ”Umang” karya Ferry Irawan AM, yaitu seperti penyayang, tabah, tegar, suka menolong, berjiwa besar (pemimpin), mandiri, semangat juang tinggi (bekerja keras), taqwa (taat beribadah) dan tawakal.
a.      Penyayang
      Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat penyayang seseorang tercermin dari beberapa tokoh yang terdapat dalam novel tersebut, seperti tokoh Burhan, Budi, Abah Anom, Syekh Ibrahim, dan lain-lain. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap penyayang dari setiap tokoh.
·       Pak Burhan
…”Akulah yang paling akhir keluar. Ketika hendak keluar menerobos kobaran api melaui pintu dapur, langkahku terhenti karena mendengar tangisan bayi. Aku membalikkan badan, segera masuk ke kamar, menghampiri tangisan bayi itu. Aku iba, amat kasihan pada bayi itu.
“Bayi itu menjerit sejadi-jadinya karena kepanasan. Api yang membesar telah membakar seluruh ruangan. Asap hitam mengaburkan pandanganku. Sambil menggendong bayi itu, kulanjutkan mencari jalan keluar, lalu melompati kobaran api yang juga menjalar ke dapur”… (Umang: 39)

·       Mayang
…”Mas Firman, aku ikut sedih karena penderitaan Mas Firman. Aku mohon Mas Firman bersabar dengan segala cobaan itu.” Mayang coba memberi jalan”… (Umang: 48).

…”Pak Harun, jangan pukul Mas Firman! Dia tidak bersalah, pak! Dia tidak bersalah…!” jerit Mayang yang tidak tahan melihat kondisiku”… (Umang: 55).

·       Pak Budi
…”Perbincangan mereka berlanjut hingga larut malam. Akhirnya, sebuah keputusan diambil. Pak Budiman yang sudah dua puluh tahun menikah dengan Maimunah, namun belum dikaruniai anak, berencana menjadikan anak temuan itu sebagai anak angkat”… (Umang: 68).
·       Bu Maimunah
…”Kebocoran pipanya belum bisa ditanggulangi. Jadi saya disuruh menjemput lagi, “ jawab Pak Iwan.
“Acara ini kan jarang terjadi. Masak tidak bisa hadir, walau hanya untuk beberapa saat saja? Seperti tidak ada waktu lain?” lanjut ibuku. Seharusnya, penjelasan itu ditujukan kepada bapakku.
“Meskipun Firman bukanlah anak kandung sendiri, paling tidak ada sedikit penghargaan dengan menyempatkan hadir, meskipun hanya sebentar…” keluh ibuku, langsung terdiam. Tampak rona penyesalan diwajahnya”…(Umang: 88).

b.     Kesabaran (Tegar, Tabah)
Nilai kesabaran dapat dilihat pada sikap sabar yang tercermin dalam tokoh Firman sebagai tokoh utama dalam cerita yang selalu sabar, tegar, dan tabah dalam mengahadapi semua cobaan yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa, misalanya seperti dalam perjalanan hidupnya yang selalu terlunta-lunta, tetapi ia selalu berusaha mengahadapinya dengan sabar meskipun terkadang ia juga pernah merasa capek dengan semua yang terjadi padanya, namun ia masih tetap tegar dan tabah, yang akhirnya dari sikapnya itu ia pada akhirnya mendapatkan hidup lebih baik. Sebagaimana uraian berikut mengenai sifat kesabaran yang terdapat pada tokoh Firman dalam novel “Umang”.
…”Kembali, kurenungi nasibku yang sebatang kara. Tak ada lagi yang mempedulikan keadaanku. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Bila kebetulan lewat perkuburan dan melihatku terpaku mematung di samping makam bapakku, maka masih kudengar mereka membicarakanku.
“kasihan anak itu. Tampaknya, dia sudah gila karena bapaknya meninggal.”
“hush! Jangan diganggu! Orang gendeng itu, meskipun cilik, tenaganya kayak setan. Apa kamu berani?”
Aku hanya diam. Mendesah. Ketika mendengar ocehan mereka, apa yang bisa kuperbuat? Memang, nasibku sungguh malang setelah ditinggal mati orang tua. Aku menunduk sedih, memandang lekat gundukan tanah di depanku”… (Umang: 46).


c.      Tawakal
      Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat tawakal seseorang tercermin dalam tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap tawakal dari tokoh Firman.
…”Aku hanya sanggup membatin, “Allah Maha Berkehendak dengan kehendak-Nya. Aku yakin, pasti ada hikmah di balik kehendak-Nya itu. Jika memang ini takdir dan kehendak-Nya, biarlah Dia berkehendak sesuka-Nya”… (Umang: 60).

…”Ya Tuhan, inilah akhir pertemuanku denga kedua orang tua angkatku. Satu pergi ke pangkuan-Mu, yang satu pergi ke pangkuan keluarganya. Dan, aku akan kembali ke pangkuan alam”… (Umang: 95).

d.     Berjiwa Besar (Pemimpin)
Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat atau jiwa kepemimpinan seseorang tercermin dalam tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap atau jiwa kepemimpinan dari tokoh Firman.
…”Selamat pagi, Bu Guru!” jawab kami, serentak.
“Semua siap! Beri salam pada Bu Guru!” kataku dengan suara keras dan tegas.
Selama di SDN Tamelat Ciptodadi, sudah tiga kali aku menjabat sebagai ketua kelas”… (Umang: 70).

…”Permisi, Bu. Ruangan kelas VI A sudah selesai dibersihkan,” kataku setelah sampai di depan pintu kantor, tak ubahnya upacara milier. Begitulah aturan untuk melatih kedisiplinan siswa, seperti kata kepala sekolah saat upacara beberapa bulan yang lalu.
“laporan diterima. Kembali ke tempat dan segera berbaris di depan kelas!” jawab Bu As dengan nada suara yang tegas.
“Siap laksanakan!” jawabku kemudian”… (Umang: 74).

e.      Mandiri
Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sikap mandiri seseorang tercermin pada tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap mandiri dari tokoh Firman.
…”Mmm…, Wayan, boleh tidak kalau aku ikut kamu nakok para?”
“Ah, yang benar saja kau, Fir? Apa aku tidak salah dengar? Serius? Apa kata orang nanti, masak anak direktur nakok para? Kan lucu?
“Tidak, Wayan. Aku serius. Aku ingin sekali belajar mandiri,” ungkapku dengan nada serius”… (Umang: 76).

…”Akhirnya, minggu tenang pun usai. Aku melaluinya dengan sebaik mungkin. Tidak ada waktu mubazir yang terbuang percuma. Malam, aku gunakan untuk belajar. Pagi sampai siang, aku gunakan unuk nakok para bersama Wayan.
Orang tua Wayan memberikan pengertian kepada kami berdua, “Selama kalian libur, silakan kalian nakok para yang biasa Bapak sadap. Hasilnya nanti Bapak jual ke Lubuklinggau. Uangnya nanti Bapak berikan pada kalian untuk keperluan sekolah, ya?” kata Pak Wisnu ayah Wayan, pada hari pertama aku dan Wayan berangkat nakok para.
Alhamdulillah, dari hasil kami berdua selama satu minggu, aku mendapatkan bagian yang lumayan banyak. Aku senang sekali menerimanya. Aku bercita-cita ingin selalu mandiri dalam menempuh kehidupanku di masa yang akan dating”…(Umang: 78).

f.      Suka Menolong
Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sikap suka menolong seseorang tercermin pada tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap suka menolong dari tokoh Firman, yaitu sebagai berikut.
…”aku mengingat-ingat apakah aku membawa makanan. Namun, mengapa nenek ini berbicara dengan bahasa Indonesia? Ah, masa bodoh! Ah, ya…! Aku ingat! Ada nasi bungkus pemberian ibu yang duduk di sebelahku saat masih di mobil Pak Sudan tadi. Nasi itu belum sempat kumakan. Tanpa bicara, aku membuka tas dan memberikan nasi tersebut untuk nenek tua yang terus melihat tajam ke arahku”…(Umang: 106).

g.     Taqwa (Taat Beribadah)
Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat taqwa (taat beribadah) dari seseorang tercermin dalam tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sifat taqwa (taat beribadah) dari tokoh Firman, sebagai berikut.
…”Aku keluar menuju kamar mandi yang bersebelahan dengan asrama. Kuniatkan malam itu juga sebagai pembuka satu tahap kehidupanku. Aku ingin menghafal Al-Qu’an dengan sungguh-sungguh. Aku mandi besar seperti mandi jinabah, seolah hendak mengerjakan sesuatu yang besar.
Al-Qur’an itu suci, kata Abah. Mak, aku ingin diriku dan hatiku pun suci, seperti Nabi Muhammad SAW. Sebelum naik ke hadirat Allah, sebelum menerima perintah menjalankan shalat, ketika dada beliau dibelah dan disucikan oleh malaikat, kemudian aku berwudhu. Aku ingin selalu berusaha menjaga shalat Tahajjudku. Itulah tekadku selanjutnya”…(Umang: 133).

…”Menjelang tidur, aku menunaikan shalat isya, disambung shalat sunnah Muthlaq dan ktutup dengan witir satu rakaat. Biasanya, aku bangun pada sepertiga malam untuk shalt Tahajjud. Namun, karena terlambat tidur dan khawatir terlambat bangun, maka aku biasa pula mengisinya dengan shalat sunnah Muthlaq”…(Umang: 196).



h.     Semangat Juang tinggi (Bekerja Keras)
Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang seseorang yang bekerja keras (memiliki semangat juang tinggi) tercermin dalam tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap atau jiwa seseorang yang memiliki semangat juang tinggi dari tokoh Firman, yaitu sebagai berikut.

…”Setelah menunaikan shalat sunnah enam rakaat ku buka Al-Qur’an. Hatiku bergetar karena belum berpengalaman menghafalnya. Kata-kata kawanku yang lebih dahulu melakukannya, tidak ada teori khusus untuk menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Itu terserah masing-masing. Namun yang penting, setiap hari harus ada hafalan yang disetorkan. Tidak hanya hafalan baru, tapi juga mengulang hafalan uang lama atau muraja’ah”…(Umang: 134).

…”Sampai di asrama, aku bergegas ke kamar mandi. Aku belum keramas lagi. Setelah itu, aku akan kembali menghafal Al-Qur’an. Mungkin, aku belum bersih benar, sehingga otakku menjadi tumpul. Ternyata, kecerdasan bukanlah modal utama untuk menhafal ayat-ayat suci-Nya. Begitulah aku menarik kesimpulan tentang yang kualami tadi”…(Umang: 136).
…”Aku bertekad mulai ubuh besok akan berusaha keras lagi untuk menghafal Al-Qur’an. Pokoknya, aku harus berhasl. Titik, tidak pakai koma!”…(Umang: 138).

2.     Moral Buruk
Moral buruk merupakan segala sikap atau tingkah laku tercela yang dapat merusak iman seseorang serta menjatuhkan martabat manusia. Adapun moral buruk yang tercermin dalam novel ”Umang” karya Ferry Irawan AM, yaitu buruk sangka, dan pemarah.
a.      Buruk Sangka
Nilai kejelekan yang tercermin dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel ”Umang” karya Ferry Irawan AM yang pertama yaitu buruk sangka, seperti pada tokoh Bu Halimah dan Pak Harun. Adapun cuplikan dalam novel yang menunjukan sifat tersebut, yaitu sebagai berikut.
·       Bu Halimah
…”Sambil berbicara, Bu Halimah perlahan menoleh ke arahku. Kecurigaan seorang ibu terpancar penuh selidik pada tatapan matanya”… (Umang: 51).

·       Pak Harun
…”Nah, inilah anaknya, Pak Salim! Tadi, aku sendiri melihat dia menggendong anakmu di ujung dusun kita ini. Di tempat gelap lagi! Coba selidiki apa yang telah diperbuat anak itu!” suara Pak Harun terdengar meninggi”… (Umang: 52).

b.     Pemarah
Dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM moral buruk tentang sikap pemarah tercermin dari berberapa tokoh yang terdapat dalam novel tersebut, seperti Pak Salim, dan Pak Harun. Adapun cuplikan dalam novel yang menunjukkan sikap tersebut yang terdapat dalam beberapa tokoh yang ada dalam novel, yaitu sebagai berikut.
·       Pak Salim
…”Pak Salim menghampiri mayang yang masih berada dalam gendongan Bu Halimah. Lelaki itu tampak geram kepada Mayang dan membentaknya. “Mayang! Dari mana saja kau, hah?! Bikin orang tua cemas saja! Sekarang malah membuat bapakmu malu!”… (Umang: 53).

…”Pak Salim, bukannya tenang dan emosinya mereda, justru melampiaskan amarahnya kepadaku. Dia menghampiriku yang masih diringkus Pak Harun.
Plak…! Plak…!
Tamparan keras tangan Pak Salim dua kali mengenai pipi kanan dan kiriku. Pak Salim gelap mata”… (Umang: 53).

…”Pak Salim kembali meluapkan amarahnya. Dia menghampiriku lagi setelah diriku jatuh terjerembab akibat dorongan tangan kiri Pak Harun yang mencekikku. Pak Salim mencengkeram baju lusuhku dan membentak, “Jawab, hai anak sial! Apa yang telah kau lakukan pada Mayang, anakku, heh? Jawab!!!”… (Umang: 55).

…”Hai, anak haram! Pergilah kau dari desa ini! Lama-kelamaan, desa ini akan murka kepadamu. Kau telah telah mengajari yang tidak senonoh pada anakku mala mini. Besok akan kau apakan lagi anakku? Sekarang juga kau harus pergi”! bentak Pak Salim, mengangkat tangan kanannya seraya memberikan isyarat dengan telunjuknya”… (Umang: 56)

·       Pak Harun
…”Anak haram! Berani-beraninya engkau membawa anak Pak Salim hingga malam-malam begini! Jangan karena gilamu itu, lantas engkau ingin membuat kami jadi gila pula!” maki Pak Harun, gusar, geram. Satu kepalan tinju tangan kanannya yang keras mengenai perutku, telak”… (Umang: 54).

…”Apa?! Kau tak bersalah? Dasar anak hadah! Pendusta pula! Kalau tidak bersalah, apa yang telah engkau perbuat di temapt gelap di ujung jalan tadi, hah?!”… (Umang: 54).





7.     Penutup
  • Simpulan
Dari hasil analisis tentang moralitas (moral) yang tercermin dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM tersebut, maka peneliti mengambil simpulan bahwa dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM ini, moralitas yang yang digambarkan oleh pengarang terdiri dari dua unsur moral, yakni moral baik dan moral buruk yang terdapat pada setiap tokoh yang terdapat dalam novel. Moral baik meliputi  tabah, tegar, suka menolong, berjiwa besar (pemimpin), semangat juang tinggi (bekerja keras), taqwa (taat beribadah), mandiri, penyayang, dan tawakal, yang digambarkan dalam beberapa tokoh dalam novel, tetapi lebih khusus pada tokoh Firman, karena tokoh Firman merupakan tokoh utama dalam novel. Sedangkan moral buruk yang terdapat dalam novel terdiri dari buruk sangka dan pemarah, yang digambarkan pengarang pada beberapa tokoh yang terdapat dalam novel.
  • Saran
§  Untuk pembaca
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat, sebagai upaya untuk mengetahui cara menganalisis unsur moralitas (moral) dalam sebuah novel. 
§  Untuk lembaga
Semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian yang mengambil topik sesuai dengan analisis dalam penelitian ini.

8.     Daftar Pustaka
Semi, Atar. 1982. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Irawan AM, Ferry. 2009. Umang. Jogjakarta: Diva Press.


9.    Sinopsis Novel Umang Karya Ferry Irawan AM
“Sebuah novel yang berbicara mengenai tren masa kini. Bauran dari keindahan seni ingar-bingar budaya pop & semangat religius dengan kecenderungan transendental. Dan ditinjau dari pengarang inilah satu lagi ‘novel pesantren’ yang ikut memperpanjang daftar karya pesantren. Selamat.”KH. A. Mustofa Bisri budayawan pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang. “Novel seperti ini termasuk langka; berkisah tentang metafisika. Saat Firman sang tokoh utama tertidur di makam Sunan Ampel dia bermimpi bertemu sang sunan. Setelah itu dia mengalami keajaiban. Novel ini juga berkisah tentang proses meraih keikhlasan. Karena novel ini layak dibaca.”KH. Shalahuddin Wahid atau Gus Sholah pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. “Belajar tentang ‘sedekah’ & kebaikan dari sebuah novel seperti ini adalah satu cara yang patut saya tiru. Sungguh menarik seru & menginspirasi banyak orang.” Ustadz Yusuf Mansyur pimpinan Pondok Pesantren Daarul Qur’an Cipondok Tangerang Banten. Pembaca novel ini memotivasi siapa pun Anda untuk bangkit dari keterpurukan apa pun! Membaca Anda akan memperoleh inspirasi hidup pantang menyerah guna membangkitkan kedahsyatan diri termasuk dalam semesta tasawwuf spiritualitas Islam. Insya Allah inilah bacaan bermanfaat & berhikmah buat Anda.. Umang.






1 comments:

  1. Puanjuaaang Euy ulasannya, kereeen.

Post a Comment

Terima Kasih, Semoga bermanfaat


Angger Withea. Powered by Blogger.