Abstrak
Dalam
penellitian ini, dalam
penganalisisan peneliti lebih memfokuskan pada unsur moralitas yang terdapat
dalam novel “Umang” karya Ferry
Irawan AM. Dalam penelitian ini, peneliti membagi bagian (pembahasan) menjadi
delapan bagian. Bagian pertama, berisi tentang latar belakang dari penelitian
ini. Dalam bagian ini, peneliti memaparkan tentang apa alasan peneliti
mengambil topik yang diambil sebagai penelitian, pentingnya peneliti mengambil topik
yang diambil sebagai penelitian, dan manfaat yang dapat diperoleh dari topik
yang dikaji oleh penelit tersebut. Pada bagian kedua, peneliti memaparkan
tentang masalah yang telah dirumuskan oleh peneliti sebagai bahan
penganalisisan, yang terdiri dari moral baik dan moral buruk dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM. Bagian
ketiga, peneliti memaparkan tentang tujuan dari penelitian, yaitu untuk
pendeskripsian moral baik dan buruk dalam novel “umang” karya Ferry Irawan AM. Bagian keempat, peneliti memaparkan
tentang landasan teori yang digunakan (berkaitan) dengan penelitian, yaitu
tentang pengertian sastra, pengertian novel, unsur-unsur pembangun novel,
pengertian moralitas, macam-macam moralitas, dan bentuk moralitas.
Sedangkan
pada bagian kelima, peneliti memaparkan tentang metode penelitian, yaitu
pembahasannya tentang metode yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian, sumber data yang digunakan peneliti, jenis data yang digunakan
peneliti dalam melakukan penelitian, dan instrumen yang digunakan peneliti
dalam melakukan penelitian. Pada bagian keenam, peneliti memaparkan tentang
hasil penelitian, yaitu tentang pendeskripsian moralitas yang terdapat dalam
novel “Umang” karya Ferry Irawan AM,
yang terdiri dari moral baik dan moral buruk. Moral baik terdiri dari kesabaran,
tawakal, berjiwa kepemimpinan, suka menolong, taqwa, dan taat beribadah.
Sedangakn moral buruknya terdiri dari buruk sangka dan pemarah. Pada bagian
ketujuh, peneliti memaparkan tentang penutup penelitian, yang berisi tentang
simpulan dan saran. Dan bagian terakhir pada penelitian ini, yakni tentang
daftar rujukan yang digunakan peneliti sebagai penunjang kelancaran dalam
proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
1. Latar
Belakang
Dalam
penelitian novel “Umang” karya Ferry Irawan AM ini, sesuai dengan
judul yang diambil peneliti yaitu
Moralitas dalam Novel “Umang” Karya
Ferry Irawan, maka penelitian mengacu pada pendeskripsian tentang moralitas yang terkandung atau tercermin dalam
setiap tokoh yang ada dalam novel tersebut. Adapun alasan
mengapa peneliti lebih menekankan penelitian pada pendeskripsian moralitas yang terkandung dalam novel “Umang” Karya Ferry Irawan AM, yaitu
agar mengetahui bagaimana moralitas
yang digambarkan oleh pengarang pada setiap tokoh yang ada dalam novel,
baik tokoh utama atau pun tokoh tambahan (pembantu) yang ada dalam novel “Umang”
Ferry Irawan AM
tersebut.
Pentingnya
penelitian ini yaitu agar dapat dijadikan sebagai gambaran dalam memahami
sebuah karya sastra, apabila kita dalam membaca sebuah karya sastra (novel)
mengetahui tentang
moralitas yang tercermin dalam novel, yang digambarkan pengarang melalui
tokoh-tokoh yang ada dalam novel, maka kita (pembaca) dapat mengetahui pencerminan moral pengarang
pada setiap tokoh yang ada dalam novel dan memperoleh pelajaran dari
pencerminan moral-moral itu, yang merupakan bentuk penyampaian pesan dari
pengarang sebagai contoh atau motivasi hidup bagi para setiap pembacanya.
Dari penelitian ini, peneliti
berharap agar dari
hasil penelitian
dapat bermanfaat bagi para pembacanya, misalnya saja dapat dijadikan sebagai masukan dan referensi dalam ilmu
pengetahuan sastra, khususnya pada pengkajian yang sesuai dengan topik
pembahasan yang diambil peneliti.
2.
Rumusan Masalah
Dalam
penelitian ini masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana
moral baik dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM?
b. Bagaimana
moral buruk dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM?
3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini, maka dapat diambil beberapa tujuan
penelitian. Tujuan dari penelitian itu yaitu untuk:
a.
Mendeskripsikan moral baik dalam novel “Umang” Karya Ferry Irawan AM.
b.
Mendeskripsikan moral baik dalam novel “Umang” Karya Ferry Irawan AM.
4.
Landasan
Teori
Dalam
penelitian ini dipakai seperangkat teori yang berhubungan dengan penelitian
yang berjudul analisis karakter tokoh dalam novel “Sebelas Patriot” karya
Andrea Hirata. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang: (1) pengertian sastra, (2) pengertian novel, (3) unsur pembangun novel, (4) pengertian moral (moralitas),
(5) macam-macam moral,
dan (6)
bentuk-bentuk moral.
A.
Pengertian
Sastra
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan,
sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya
sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya
adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang
kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi
tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir
dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi
dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut
daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah:
Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama,
lukisan/kaligrafi
B. Pengertian Novel
Novel bersifat expands “meluas” dan cenderung
menitikberatkan complexity “kompleksitas”. Sebuah novel jelas tidak dapat dibaca
selesai dalam sekali duduk. Karena panjangnya sebuah novel sastra khusus cukup
untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu. Jadi,
salah satu efek perjalan waktu dalam novel inilah perkembangan karakter tokoh.
Novel memungkinkan kita untuk menangkap perkembangan karakter tokoh.
Novel juga memungkinkan adanya penyajian panjang
lebar tentang tempat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi
manusia dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menarik
perhatian para novelis. Masyarakat memiliki dimensi ruang dan waktu, sebuah
masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seseorang
tokoh dalam masyarakat beruabah dan berkembang dalam waktu, karena panjang
novel memungkinkan dalam menentukan bagaimana karakter itu.
Menurut Suhendar dan Supinah (1993: 194), novel
adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, yang menguraikan
peristiwa kehidupan seseorang yang luar biasa, dan berakhir dengan perubahan
nasib kehidupan pelakunya. Sedangkan menurut Sudjiman (1984: 53), novel adalah
prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun.
Jadi novel adalah cerita yang berbentuk prosa dengan
ukuran yang luas, yang memiliki plot (alur) yang kompleks, karakter, tema,
setting yang beragam dan menguraikan peristiwa kehidupan seseorang yang
berakhir dengan perubahan nasib kehidupan serta bersifat expands “meluas”.
C.
Unsur
Pembangun Novel
Novel dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah segala unsur atau elemen yang
membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur karya
sastra tersebut di antaranya: alur atau plot, penokohan dan perwatakan,
setting, sudut pandang atau point of view, gaya dan tema. Sedangka unsur
ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar karya sastra,
yang meliputi hubungan karya sastra dengan faktor historis, hubungan karya
sastra dengan religius, sosiologi, psikologis, dan sebagainya.
o
Alur
atau plot
Menurut
Bowen (via jiwa, 1986: 46) bahwa plot sebuah cerita dalam arti sarana untuk
membohong pada anak-anak, diminta kebohongan itu dapat menghiburnya. Dalam
pandangan ini, novel pun dianggap Bowen sebagai kebohongan karena harus mengadakan
sesuatu yang terjadi di dalam karya itu namun sebenarnya tidak pernah terjadi.
Oleh karena itu,sebuah novel seharusnya mengungkapkan suatu kebenaran di dalam
suatu kebohongan.
Menurut
Aminuddin (1997: 87), alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin cerita yang dihadirkan oleh pelaku
dalam suatu cerita. Lain lagi menurut Wellek dan Waren (1990: 285), alur novel
adalah struktur dari sebuah struktur yang lebih besar.
Adapun
tahapan-tahapan peristiwa diawali oleh komplikasi, konflik, klimaks, peleraian,
penyelesaian, dan akhiri perkenalan (Aminuddin, 1987: 84). Montage dan Hensaw
(via Aminuddin 1987: 84) menjelaskan tahapan peristiwa dalam plot meliputi: 1)
exposisi, yakni tahapan yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya
peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita; 2)
inciting force, yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku
yang bertentangan dari pelaku; 3) rising action, yakni situasi yang panas karena
pelaku dalam cerita mulai berkonflik; 4) crisis, yakni situasi semakin panas
dan para pelaku sudah diberi gambaran oleh
pengarangnya; 5) climax, yakni situasi puncak ketika konflik berada
dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar
nasibnya sendiri-sendiri; 6) falling action, yakni kadar konflik sudah menurun
sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion
atau penyelesaian cerita.
Menurut
Loban (via Aminuddin, 1987: 84) dan kawan-kawan mengatakan bahwa
tahapan-tahapan alur atau plot meliputi: (1) eksposisi, (2)komplikasi, (3)
klimaks, (4) relevansi atau penyingkapan suatu problema, (5) penyelesaian atau
denovment.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur dalam fiksi (novel) ada
5 yaitu: (1) eksposisi, (2) komplikasi, (3) klimaks, (4) relevansi atau
peningkatan suatu problema, (5) penyelesaian atau denovment (Loba (via,
Aminuddin, 1987: 84).
o
Penokohan
dan Perwatakan
Peristiwa dalam karya fiksi seperti
halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau
pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi
sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang disebut tokoh.
Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan
(Aminuddin, 1987: 79).
Boulton
(via Aminuddin, 1987: 79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau
memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan
tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup dalam mimpi, pelaku yang memiliki
semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara
sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois,
kacau dan mementingkan diri sendiri. Adapun bentuk penokohan yang paling
sederhana adalah pemberian nama. Setiap sebutan adalah sejenis cara memberi
kepribadian, menghidupkan (Wellek & Waren, 1990: 287).
Para
tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda.
Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita disebut tokoh inti
atau utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peran tidak penting karena
pemuculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utam disebut tokoh
tambahan atau tokoh pelaku (Aminuddin, 1987: 80).
Tokoh
dalam cerita seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari, selalu
memiliki watak masing-masing. Misalnya: (1) pelaku protagonis, yakni pelaku
yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca; (2) pelaku antagonis,
yakni pelaku yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak
sesuai dengan apa yang diidamkan pembaca.
Dalam
upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menulusuri lewat: (1) tuturan
pengarang terhadap karakteristik peakunya; (2) gambaran yang diberikan
pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian; (3)
menunjukkan bagaimana perilakunya; (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara
tentang dirinya sendiri; (5) memahami bagaimana jalan pikirannya; (6) melihat
bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya; (7) melihat bagaimana tokoh lain
berbicara dengannya; (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan
reaksi terhadapnya; dan (9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh
lainnya (Aminuddin, 1987: 80-81).
Selain
terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku protagonis dan pelaku antagonis,
juga terdapat berbagai macam pelaku yaitu: (1) simple charakter, pelaku yang
tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah, umumnya adalah pelaku
tambahan; (2) complex charakter, yakni pelaku yang pemunculannya banyak
dibebani permasalahan, umumnya adalah pelaku utama; (3) pelaku dinamis, yakni
pelaku yang memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan
penampilannya; (4) pelaku statis, yakni pelaku yang tidak menunjukkan adanya
perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita berakhir
(aminuddin, 1987: 82-83).
Menurut Sumardjo (1986: 65-66) ada beberapa
cara untuk mengenali tokoh dan karakternya, yakn:
a.
Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh
Tindakan
serta hidup tokoh dalam mengahadpi dan menyelesaikan persoalan dapat
menunjukkan sikap serta karakter dari tokoh yang bersangkutan.
b.
Melalui ucapan-ucapannya
Dari
apa yang pembaca akan mengenali siapa tokoh-tokoh tersebut. Dari ucapan dapat
menyimpulkan tokoh tersebut pria, tua, muda, dan suku mana.
c.
Melaui penggambaran fisik tokoh
Untuk
memperkuat penggambaran watak tokoh, pengarang sering menggambarkan secara
deskripsi fisik tokoh, misalnya bentuk tubuh, wajah. Maka dari penggambaran
fisik tersebut pembaca juga dapat mengenali karakter tokoh.
d.
Melalui pikiran-pikirannya
Tidak
jarang dalam cerita rekaan terungkap apa yang dipikirkan tokoh tersebut pembaca
dapat mengenali karakter tokoh yang bersangkutan.
e.
Melalui penerangan langsung
Dalam
hal ini pengarang sudah memberi gambaran langsung tentang watak dan karakter
tokohnya.
o Setting
Setting dalam prosa
fiksi nerupakan latar peristiwa baik yang berupa latar waktu, latar tempat maupun latar peristiwa.
Aminuddin (1987: 67-72) mengatakan bahwa setting sebagai latar peristiwa dalam
karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi
fisikal dan fungsi psikologis. Perbedaan antara setting fisikal dengan setting
psikologi adalah: (1) setting fisikal berhubungan dengan tempat serta
benda-benda dalam lingkungan tertentu, hanya terbatas pada fisk, untuk memahami
setting ini pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat; (2) setting
psikologis berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan
tertentu yang mampu menuansakan suatu makna serta mampu mengajak emosi pembaca
berupa suasana maupun sikap, serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat
tertentu, untuk memahami setting ini membutuhkan adanya pengahayatan dan
penafsiran (Aminuddin, 1987: 68-70).
o
Titik
pandang atau point of view
Menurut Aminuddin
(1987: 90-91), titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku
dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi: (1) narator
ominiscient, yakni narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku
cerita; (2) narator observer, yakni bila pengisah berfungsi sebagai pengamat
terhadap pemunculan para pelaku cerita serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang batiniah
para pelaku; (3) narator observer ominiscient, yakni pengarang menjadi pengamat
dari pelaku; (4) narator the third person ominiscient.
Menurut
Sumardjo & Saini (1986: 82-85) point of view adalah sudut pandang yang
diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Titik pandang meliputi:
(1) omniscient paoin of view, yakni pengarang bertindak sebagai pencipta
segalanya; (2) objective point of view, yakni pengarang sama sekali tidak
memberi komentar apapun, pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam para
pikiran pelaku; (3) point of view orang pertama, yakni pengarang bercerita
dengan sudut pandan “aku” jadi pengarang seperti menceritakan pengalamannya
sendiri. Dengan teknik ini pembaca diajak ke pusat kejadian, melihat merasakan
melalui mata dan kesadaran orang yang langsung bersangkutan; (4) point of view
peninjau, yakni pengarang memilih salah satu contoh untuk bercerita.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa titik pandang adalah cara pengarang
menampilkan para pelaku serta kejadian dalam cerita yang dipaparkan.
o
Gaya
bahasa atau style
Menurut Sumardjo dan Saini (1986: 92),
gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang
pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam
sebauah novel. Dengan kata lain gaya adalah perilaku pengarang itu sendiri.
Menurut
Aminuddin (1987: 72), gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan
gagasan dengan menggunakan bahasa yang indah dan harmonis serta mampu
menuansakan makna dan suasana yang dapat daya intelektual dan emosi pembaca.
Menurut Scharbach (via Aminuddin, 72) gaya sebagai hiasan, serta sesuatu yang
suci sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan
manusia itu sendiri.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang
menyampaikan dan mengungkapkan gagasannya menggunakan bahasa yang indah dan
harmonis.
o
Tema
Tema adalah sebauah cerita. Pengarang
dalam menulis ceritanya bukan sekedar ingin bercerita, tetapi ingin mengatakan
sesuatu kepada pembacanya. Misalnya masalah tentang kehidupan, pandangan hidup
tentang kehidupan atau berkomentar terhadap kehidupan. Kejadian dan perbuatan
tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut. Tema tidak perlu
berwujud moral, atau ajaran moral.tetapi tema bisa berwujud pengamatan
pengarang terhadap kehidupan. Pengarang bisa saja hanya mengemukakan suatu
masalah kehidupan dan problem tersebut tidak perlu dipecahkan. Pengarang sering
menyatakan ide atau temanya dalam unsur cerita (Sumardjo & Saini, 1986: 56.
Dalam
menemukan tema dari sebuah cerita rekaan harus diperhatikan beberapa hal,
yakni:
a.
Memahami setting dalam prosa fiksi yang
dibaca.
b.
Memahami penokohan dan perawatakan para
pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
c.
Memahami plot dan alur cerita dalam
prosa fiksi yang dibaca.
d.
Menentukan sikap ke dalam pokok-pokok
pikiran yang ditampilkan.
e.
Menafsirkan tema dalam cerita yang
dibaca serta mengumpulkanide dasar cerita yang dipaparkan (Aminuddin, 1987:
92).
Dari
hal tersebut tampaklah bahwa dalam menentukan tema dari sebuah cerita juga
tergantung pada unsur-unsur cerita rekaan yang lain. Hal itu mengingat antara
unsur cerita rekaan yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan saling
mendukung dalam menyusun dan membentuk cerita rekaan.
D.
Pengertian Moral (Moralitas)
Jika moral diartikan sebagai [sesuatu] yang menyangkut
mengenai baik-buruknya manusia sebagai manusia, maka moralitas adalah
keseluruhan norma, nilai dan sikap moral seseorang atau sebuah masyarakat, jadi
moralitas adalah kompleksitas moral dalam kehidupan manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Suatu hal yang harus disadari sejak awal adalah
bahwa apabila kita memberikan penilaian terhadap seseorang, maka ukuran (norma
moral) tersebut data dari kita, bukan dari yang bersangkutan (orang yang
dinilai). Itulah sebabnya penilaian tersebut pada hakikatnya bersifat
subjektif.
Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal,
menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada
kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, yang harus dan
yang tidak pantas dilakukan baik keharusan alamiah maupun keharusan moral.
Keharusan alamiah terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam. Sedangkan,
keharusan moral bahwa hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
Adapun pembahasan
tentang moral (moralitas) penulis mencuplik beberapa tulisan yang berada dalam
skripsi yang dimuat dalam situs ini (http://kajiansastra.blogspot.com/2011/08/analisis-nilai-moral-dalam-novel.html) yaitu sebagai berikut, Seperti
diketahui kata moral berasal dari kata Latin “mos” yang berarti
kebiasaan, kata mos jika akan dijadikan kata keterangan atau kata nama
sifat lalu mendapat perubahan pada belakangnya, sehingga kebiasaan jadi moris,
dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan itu, yang semula berbunyi
moralis. Moral menurut Salam (2000: 12) adalah ilmu yang mencari keselarasan
perbuatan-perbuatan manusia (tindakan insani) dengan dasar-dasar yang
sedalam-dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia.
Adapun
moral secara umum mengarah pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang
diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, dan sebagainya.
Remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat
menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Remaja yang bermoral
dengan sendirinya akan tampak dalam penilaian atau penalaran moralnya serta
pada perilakunya yang baik, benar, dan sesuai dengan etika, Selly Tokan (dalam
Asri Budiningsih, 1999: 5).
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa moral merupakan ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, kewajiban, susila dan
sebagainya (KBBI, 2008: 754).
Moral
menurut Darajat (dalam Kamaruddin, 1985: 9) adalah kelakuan yang sesuai ukuran
(nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar,
yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut.
Tindakan ini haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan
pribadi.
E.
Macam-macam Moral
Moral merupakan
pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga
berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan, dan kelakuan (akhlak).
Demoralisasi berarti kerusakan moral. Moral juga dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
a. Moral
murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
b. Moral
terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis,
agama, adat yang menguasai pemutaran manusia.
Kata moral selalu mengacu kepada baik buruk
manusia. Sikap moral disebut juga moralitas yaitu sikap hati seseorang yang terungkap
dalam tindakan lahiriah. Moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang
betul-betul tanpa pamrih dan hanya moralitaslah yang dapat bernilai secara
moral. Nilai moral dapat diperoleh di dalam nilai moralitas. Moralitas adalah
kesesuaian sikap dan perbuatan dengan hukum atau norma batiniah, yakni
dipandang sebagai kewajiban.
F.
Bentuk-bentuk Moral
Menurut
Kohlberg (1977: 5) penalaran atau pemikiran moral merupakan faktor penentu yang
melahirkan perilaku moral. Oleh karena itu, untuk menemukan perilaku moral yang
sebenarnya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya pengukuran moral yang
benar tidak sekadar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapi harus melihat
pada penalaran moral yang mendasari keputusan perilaku tersebut.
Bila
dikatakan bahwa karya sastra itu semata-mata tiruan alam, maka dengan
sendirinya sastra itu bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak memperjuangkan
kebenaran. Dalam kenyataan ukuran kebenaran merupakan ukuran yang sering
digunakan dalam menilai suatu karya sastra. Pembaca sering mempertanyakan
tentang sesuatu yang diungkapkan pengarang itu mempunyai hubungan dengan
kebenaran. Nilai-nilai moral atau lainnya dalam kehidupan sehari-hari, sikap
dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model-model atau sosok yang sengaja
ditampilkan pengarang sebagai sikap dan tingkah laku yang baik atau diikuti
minimal dicenderungi oleh pembaca. Dengan demikian aspek moral adalah segala
aspek yang menyangkut baik buruknya suatu perbuatan. Dalam hal ini mengenai
sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila. Adapun bentuk-bentuk moral sebagai berikut:
a. Sosial
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan
dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, dan
sebagainya (KBBI, 2008: 1085). Manusia dijadikan Allah swt., dalam bentuk yang
tidak hidup sendirian, karena tidak dapat mengusahakan sendiri seluruh
keperluan hidupnya baik untuk memperoleh makanan, memperoleh pakaian, dan
semuanya. Dengan demikian manusia memerlukan pergaulan dan saling membantu.
b.
Akhlak
Secara
bahasa kata akhlak jamak dari khuluqin yang diartikan tabiat, kebiasaan, adab.
Sedangkan secara istilah adalah sifat yang mantap di dalam diri yang membuat
perbuatan, yang dilakukannya baik atau buruk, bagus atau jelek (Islamwiki,
2008). Oleh karenanya, apabila amal dan pikiran seseorang sholeh (baik) maka sholeh pula diri
dan akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya rusak maka rusak pula
dirinya dan akhlaknya.
Akhlak
dapat dirumuskan sebagai suatu sifat atau sikap kepribadian yang melahirkan
tingkah laku perbuatan manusia, dalam usaha membentuk kehidupan yang sempurna
berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah. Dengan
kata lain, akhlak ialah suatu sistem yang menilai perbuatan lahir dan batin
manusia baik secara individu, kumpulan, dan masyarakat dalam interaksi hidup
antara manusia dengan baik secara individu, kehidupan masyarakat dalam
interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia,
manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin, dan juga dengan alam
sekitar.
c. Etika
Istilah
etika berasal dari kata Latin: Ethic (us), dalam bahasa Inggris: Ethikos
= a body of moral principles or values. Ethic = arti sebenarnya, ialah
kebiasaan, habit, custom. Jadi dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan
baik itu ialah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat (dewasa itu). Lambat
laun pengertian etika itu berubah, seperti pengertian sekarang. Etika ialah
suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana
yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai jahat (Burhanuddin, 2000:
3).
d. Susila
Secara
kebahasaan perkataan susila merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Sansekerta. Su berarti baik atau bagus, sedangkan sila berarti
dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Jadi, susila berarti dasar,
prinsip, peraturan atau norma hidup yang baik atau bagus. Selain itu, istilah
susila pun mengandung pengertian peraturan hidup yang lebih baik. Istilah
susila dapat pula berarti sopan, beradab, dan baik budi bahasanya. Dengan
demikian, kesusilaan dengan penambahan awalan ke dan akhiran an
sama artinya dengan kesopanan.
5. Metode Penelitian
a. Metode
Penelitian
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif,
metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian
yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau
tulisan tentang orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan dari metode
ini adalah untuk membuat deskripsi dan gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara
fenomena yang diselidiki.
Seperti
dalam penelitian ini, yaitu untuk mendapatkan deskripsi tentang moralitas dalam
novel “Umang” karya Ferry Irawan AM,
untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti mengumpulkan data-data yang diperoleh
setelah membaca keseluruhan novel “Umang”
karya Ferry Irawan AM ini, kemudian dari data-data yang telah terkumpul,
peneliti mengambil (mereduksi) data yang lebih sesuai dengan topik (tujuan)
tentang penelitian yang diambil peneliti.
b. Sumber
Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa novel “Umang” karya Ferry Irawan yang diterbitkan
oleh Diva Press (356 Halaman).
c. Jenis
Data
Data dalam
penelitian ini berupa:
· Pernyataan-pernyataan tokoh yang langsung maupun tidak
langsung dalam novel “Umang” Karya
Ferry Irawan AM..
· Pelukisan tentang moralitas, yang terdiri dari moral
baik dan moral buruk yang terdapat dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM.
d. Instrumen
Pada dasarnya instrumen penelitian ini adalah peneliti
sendiri dengan kemampuan menganalisis novel, yaitu dengan cara mendeskripsikan
tentang moralitas dalam novel “Umang”
karya Ferry Irawan.
6. Hasil Analisis Moralitas
dalam Novel Umang Karya Ferry Irawan
AM
Di
bawah ini akan diuraikan tentang moralitas dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM, yang
tercermin dalam tokoh-tokoh yang ada dalam novel “Umang” karya Ferry Irawan AM, yaitu sebagai berikut.
1.
Moral Baik
Moral yang baik adalah sikap atau tingkah laku terpuji yang merupakan tanda
keimanan seseorang. Adapun moral baik dalam novel ”Umang” karya Ferry Irawan AM, yaitu seperti penyayang, tabah,
tegar, suka menolong, berjiwa besar (pemimpin), mandiri, semangat juang tinggi
(bekerja keras), taqwa (taat beribadah) dan tawakal.
a.
Penyayang
Dalam novel
“Umang” karya Ferry Irawan AM
nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat penyayang seseorang tercermin dari
beberapa tokoh yang terdapat dalam novel tersebut, seperti tokoh Burhan, Budi,
Abah Anom, Syekh Ibrahim, dan lain-lain. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel
yang menunjukkan sikap penyayang dari setiap tokoh.
·
Pak
Burhan
…”Akulah yang
paling akhir keluar. Ketika hendak keluar menerobos kobaran api melaui pintu
dapur, langkahku terhenti karena mendengar tangisan bayi. Aku membalikkan
badan, segera masuk ke kamar, menghampiri tangisan bayi itu. Aku iba, amat
kasihan pada bayi itu.
“Bayi itu menjerit
sejadi-jadinya karena kepanasan. Api yang membesar telah membakar seluruh
ruangan. Asap hitam mengaburkan pandanganku. Sambil menggendong bayi itu,
kulanjutkan mencari jalan keluar, lalu melompati kobaran api yang juga menjalar
ke dapur”… (Umang: 39)
·
Mayang
…”Mas Firman,
aku ikut sedih karena penderitaan Mas Firman. Aku mohon Mas Firman bersabar
dengan segala cobaan itu.” Mayang coba memberi jalan”… (Umang: 48).
…”Pak Harun,
jangan pukul Mas Firman! Dia tidak bersalah, pak! Dia tidak bersalah…!” jerit
Mayang yang tidak tahan melihat kondisiku”… (Umang: 55).
·
Pak
Budi
…”Perbincangan
mereka berlanjut hingga larut malam. Akhirnya, sebuah keputusan diambil. Pak
Budiman yang sudah dua puluh tahun menikah dengan Maimunah, namun belum
dikaruniai anak, berencana menjadikan anak temuan itu sebagai anak angkat”…
(Umang: 68).
·
Bu
Maimunah
…”Kebocoran
pipanya belum bisa ditanggulangi. Jadi saya disuruh menjemput lagi, “ jawab Pak
Iwan.
“Acara ini kan
jarang terjadi. Masak tidak bisa hadir, walau hanya untuk beberapa saat saja?
Seperti tidak ada waktu lain?” lanjut ibuku. Seharusnya, penjelasan itu
ditujukan kepada bapakku.
“Meskipun Firman
bukanlah anak kandung sendiri, paling tidak ada sedikit penghargaan dengan
menyempatkan hadir, meskipun hanya sebentar…” keluh ibuku, langsung terdiam.
Tampak rona penyesalan diwajahnya”…(Umang: 88).
b.
Kesabaran
(Tegar, Tabah)
Nilai
kesabaran dapat dilihat pada sikap sabar yang tercermin dalam tokoh Firman sebagai tokoh utama
dalam cerita yang selalu sabar, tegar, dan tabah dalam mengahadapi semua cobaan
yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa, misalanya seperti dalam perjalanan
hidupnya yang selalu terlunta-lunta, tetapi ia selalu berusaha mengahadapinya
dengan sabar meskipun terkadang ia juga pernah merasa capek dengan semua yang
terjadi padanya, namun ia masih tetap tegar dan tabah, yang akhirnya dari
sikapnya itu ia pada akhirnya mendapatkan hidup lebih baik. Sebagaimana
uraian berikut mengenai sifat kesabaran yang terdapat pada tokoh Firman dalam novel “Umang”.
…”Kembali, kurenungi nasibku yang sebatang
kara. Tak ada lagi yang mempedulikan keadaanku. Mereka sibuk dengan urusan
masing-masing. Bila kebetulan lewat perkuburan dan melihatku terpaku mematung
di samping makam bapakku, maka masih kudengar mereka membicarakanku.
“kasihan anak itu. Tampaknya, dia sudah gila karena
bapaknya meninggal.”
“hush! Jangan diganggu! Orang gendeng itu, meskipun
cilik, tenaganya kayak setan. Apa kamu berani?”
Aku hanya diam. Mendesah. Ketika mendengar ocehan
mereka, apa yang bisa kuperbuat? Memang, nasibku sungguh malang setelah
ditinggal mati orang tua. Aku menunduk sedih, memandang lekat gundukan tanah di
depanku”… (Umang: 46).
c. Tawakal
Dalam novel
“Umang” karya Ferry Irawan AM
nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat tawakal seseorang tercermin dalam
tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap
tawakal dari tokoh Firman.
…”Aku hanya
sanggup membatin, “Allah Maha Berkehendak dengan kehendak-Nya. Aku yakin, pasti
ada hikmah di balik kehendak-Nya itu. Jika memang ini takdir dan kehendak-Nya,
biarlah Dia berkehendak sesuka-Nya”… (Umang: 60).
…”Ya Tuhan,
inilah akhir pertemuanku denga kedua orang tua angkatku. Satu pergi ke
pangkuan-Mu, yang satu pergi ke pangkuan keluarganya. Dan, aku akan kembali ke
pangkuan alam”… (Umang: 95).
d.
Berjiwa
Besar (Pemimpin)
Dalam novel “Umang”
karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat atau jiwa
kepemimpinan seseorang tercermin dalam tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian)
dalam novel yang menunjukkan sikap atau jiwa kepemimpinan dari tokoh Firman.
…”Selamat pagi, Bu Guru!” jawab
kami, serentak.
“Semua siap! Beri salam pada Bu Guru!” kataku dengan
suara keras dan tegas.
Selama di SDN Tamelat Ciptodadi, sudah tiga kali aku
menjabat sebagai ketua kelas”… (Umang: 70).
…”Permisi, Bu. Ruangan kelas VI A sudah
selesai dibersihkan,” kataku setelah sampai di depan pintu kantor, tak ubahnya
upacara milier. Begitulah aturan untuk melatih kedisiplinan siswa, seperti kata
kepala sekolah saat upacara beberapa bulan yang lalu.
“laporan diterima. Kembali ke tempat dan segera
berbaris di depan kelas!” jawab Bu As dengan nada suara yang tegas.
“Siap laksanakan!” jawabku kemudian”… (Umang: 74).
e.
Mandiri
Dalam novel “Umang” karya
Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sikap mandiri seseorang
tercermin pada tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang
menunjukkan sikap mandiri dari tokoh Firman.
…”Mmm…, Wayan, boleh tidak kalau aku ikut kamu
nakok para?”
“Ah, yang benar saja kau, Fir? Apa aku tidak salah
dengar? Serius? Apa kata orang nanti, masak anak direktur nakok para? Kan lucu?
“Tidak, Wayan. Aku serius. Aku ingin sekali belajar
mandiri,” ungkapku dengan nada serius”… (Umang: 76).
…”Akhirnya, minggu tenang pun usai. Aku
melaluinya dengan sebaik mungkin. Tidak ada waktu mubazir yang terbuang
percuma. Malam, aku gunakan untuk belajar. Pagi sampai siang, aku gunakan unuk
nakok para bersama Wayan.
Orang tua Wayan
memberikan pengertian kepada kami berdua, “Selama kalian libur, silakan kalian
nakok para yang biasa Bapak sadap. Hasilnya nanti Bapak jual ke Lubuklinggau.
Uangnya nanti Bapak berikan pada kalian untuk keperluan sekolah, ya?” kata Pak
Wisnu ayah Wayan, pada hari pertama aku dan Wayan berangkat nakok para.
Alhamdulillah,
dari hasil kami berdua selama satu minggu, aku mendapatkan bagian yang lumayan
banyak. Aku senang sekali menerimanya. Aku bercita-cita ingin selalu mandiri
dalam menempuh kehidupanku di masa yang akan dating”…(Umang: 78).
f.
Suka
Menolong
Dalam novel “Umang”
karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sikap suka menolong
seseorang tercermin pada tokoh Firman. Adapun cuplikan (uraian) dalam novel
yang menunjukkan sikap suka menolong dari tokoh Firman, yaitu sebagai berikut.
…”aku mengingat-ingat apakah aku membawa
makanan. Namun, mengapa nenek ini berbicara dengan bahasa Indonesia? Ah, masa
bodoh! Ah, ya…! Aku ingat! Ada nasi bungkus pemberian ibu yang duduk di
sebelahku saat masih di mobil Pak Sudan tadi. Nasi itu belum sempat kumakan.
Tanpa bicara, aku membuka tas dan memberikan nasi tersebut untuk nenek tua yang
terus melihat tajam ke arahku”…(Umang: 106).
g.
Taqwa
(Taat Beribadah)
Dalam novel “Umang”
karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang sifat taqwa (taat
beribadah) dari seseorang tercermin dalam tokoh Firman. Adapun cuplikan
(uraian) dalam novel yang menunjukkan sifat taqwa (taat beribadah) dari tokoh
Firman, sebagai berikut.
…”Aku keluar menuju kamar mandi yang
bersebelahan dengan asrama. Kuniatkan malam itu juga sebagai pembuka satu tahap
kehidupanku. Aku ingin menghafal Al-Qu’an dengan sungguh-sungguh. Aku mandi
besar seperti mandi jinabah, seolah hendak mengerjakan sesuatu yang besar.
Al-Qur’an itu suci, kata Abah. Mak, aku ingin diriku
dan hatiku pun suci, seperti Nabi Muhammad SAW. Sebelum naik ke hadirat Allah,
sebelum menerima perintah menjalankan shalat, ketika dada beliau dibelah dan
disucikan oleh malaikat, kemudian aku berwudhu. Aku ingin selalu berusaha menjaga
shalat Tahajjudku. Itulah tekadku selanjutnya”…(Umang: 133).
…”Menjelang
tidur, aku menunaikan shalat isya, disambung shalat sunnah Muthlaq dan ktutup
dengan witir satu rakaat. Biasanya, aku bangun pada sepertiga malam untuk shalt
Tahajjud. Namun, karena terlambat tidur dan khawatir terlambat bangun, maka aku
biasa pula mengisinya dengan shalat sunnah Muthlaq”…(Umang: 196).
h.
Semangat
Juang tinggi (Bekerja Keras)
Dalam novel “Umang”
karya Ferry Irawan AM nilai-nilai yang menunjukkan tentang seseorang yang
bekerja keras (memiliki semangat juang tinggi) tercermin dalam tokoh Firman.
Adapun cuplikan (uraian) dalam novel yang menunjukkan sikap atau jiwa seseorang
yang memiliki semangat juang tinggi dari tokoh Firman, yaitu sebagai berikut.
…”Setelah menunaikan shalat sunnah enam rakaat
ku buka Al-Qur’an. Hatiku bergetar karena belum berpengalaman menghafalnya.
Kata-kata kawanku yang lebih dahulu melakukannya, tidak ada teori khusus untuk
menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Itu terserah masing-masing. Namun yang
penting, setiap hari harus ada hafalan yang disetorkan. Tidak hanya hafalan
baru, tapi juga mengulang hafalan uang lama atau muraja’ah”…(Umang: 134).
…”Sampai di asrama, aku bergegas ke kamar
mandi. Aku belum keramas lagi. Setelah itu, aku akan kembali menghafal
Al-Qur’an. Mungkin, aku belum bersih benar, sehingga otakku menjadi tumpul.
Ternyata, kecerdasan bukanlah modal utama untuk menhafal ayat-ayat suci-Nya.
Begitulah aku menarik kesimpulan tentang yang kualami tadi”…(Umang: 136).
…”Aku bertekad mulai ubuh besok akan berusaha keras
lagi untuk menghafal Al-Qur’an. Pokoknya, aku harus berhasl. Titik, tidak pakai
koma!”…(Umang: 138).
2. Moral
Buruk
Moral buruk
merupakan segala sikap atau tingkah laku tercela yang dapat merusak iman
seseorang serta menjatuhkan martabat manusia. Adapun moral buruk yang tercermin
dalam novel ”Umang” karya Ferry
Irawan AM, yaitu buruk sangka, dan pemarah.
a. Buruk Sangka
Nilai kejelekan yang tercermin dari tokoh-tokoh yang
terdapat dalam novel ”Umang” karya
Ferry Irawan AM yang pertama yaitu buruk sangka, seperti pada tokoh Bu Halimah
dan Pak Harun. Adapun cuplikan dalam novel yang menunjukan sifat tersebut,
yaitu sebagai berikut.
·
Bu
Halimah
…”Sambil berbicara, Bu Halimah perlahan
menoleh ke arahku. Kecurigaan seorang ibu terpancar penuh selidik pada tatapan
matanya”… (Umang: 51).
·
Pak Harun
…”Nah, inilah anaknya, Pak Salim! Tadi, aku
sendiri melihat dia menggendong anakmu di ujung dusun kita ini. Di tempat gelap
lagi! Coba selidiki apa yang telah diperbuat anak itu!” suara Pak Harun
terdengar meninggi”… (Umang: 52).
b. Pemarah
Dalam novel “Umang”
karya Ferry Irawan AM moral buruk tentang sikap pemarah tercermin dari
berberapa tokoh yang terdapat dalam novel tersebut, seperti Pak Salim, dan Pak
Harun. Adapun cuplikan dalam novel yang menunjukkan sikap tersebut yang
terdapat dalam beberapa tokoh yang ada dalam novel, yaitu sebagai berikut.
·
Pak
Salim
…”Pak Salim menghampiri mayang yang masih
berada dalam gendongan Bu Halimah. Lelaki itu tampak geram kepada Mayang dan
membentaknya. “Mayang! Dari mana saja kau, hah?! Bikin orang tua cemas saja!
Sekarang malah membuat bapakmu malu!”… (Umang: 53).
…”Pak Salim, bukannya tenang dan emosinya
mereda, justru melampiaskan amarahnya kepadaku. Dia menghampiriku yang masih
diringkus Pak Harun.
Plak…! Plak…!
Tamparan keras tangan Pak Salim dua kali mengenai pipi
kanan dan kiriku. Pak Salim gelap mata”… (Umang: 53).
…”Pak Salim kembali meluapkan amarahnya. Dia
menghampiriku lagi setelah diriku jatuh terjerembab akibat dorongan tangan kiri
Pak Harun yang mencekikku. Pak Salim mencengkeram baju lusuhku dan membentak,
“Jawab, hai anak sial! Apa yang telah kau lakukan pada Mayang, anakku, heh?
Jawab!!!”… (Umang: 55).
…”Hai, anak haram! Pergilah kau dari desa ini!
Lama-kelamaan, desa ini akan murka kepadamu. Kau telah telah mengajari yang
tidak senonoh pada anakku mala mini. Besok akan kau apakan lagi anakku?
Sekarang juga kau harus pergi”! bentak Pak Salim, mengangkat tangan kanannya
seraya memberikan isyarat dengan telunjuknya”… (Umang: 56)
·
Pak Harun
…”Anak haram! Berani-beraninya engkau membawa
anak Pak Salim hingga malam-malam begini! Jangan karena gilamu itu, lantas
engkau ingin membuat kami jadi gila pula!” maki Pak Harun, gusar, geram. Satu
kepalan tinju tangan kanannya yang keras mengenai perutku, telak”… (Umang:
54).
…”Apa?! Kau tak bersalah? Dasar anak hadah!
Pendusta pula! Kalau tidak bersalah, apa yang telah engkau perbuat di temapt
gelap di ujung jalan tadi, hah?!”… (Umang: 54).
7.
Penutup
- Simpulan
Dari hasil analisis tentang moralitas (moral)
yang tercermin dalam novel “Umang”
karya Ferry Irawan AM tersebut, maka peneliti mengambil simpulan bahwa dalam
novel “Umang” karya Ferry Irawan AM
ini, moralitas yang yang digambarkan oleh pengarang terdiri dari dua unsur
moral, yakni moral baik dan moral buruk yang terdapat pada setiap tokoh yang
terdapat dalam novel. Moral baik meliputi
tabah, tegar, suka
menolong, berjiwa besar (pemimpin), semangat juang tinggi (bekerja keras),
taqwa (taat beribadah), mandiri, penyayang, dan tawakal, yang digambarkan dalam
beberapa tokoh dalam novel, tetapi lebih khusus pada tokoh Firman, karena tokoh
Firman merupakan tokoh utama dalam novel. Sedangkan moral buruk yang terdapat
dalam novel terdiri dari buruk sangka dan pemarah, yang digambarkan pengarang
pada beberapa tokoh yang terdapat dalam novel.
- Saran
§ Untuk
pembaca
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat, sebagai upaya untuk
mengetahui cara menganalisis unsur moralitas (moral) dalam sebuah novel.
§ Untuk
lembaga
Semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam
penelitian yang mengambil topik sesuai dengan analisis dalam penelitian ini.
8.
Daftar Pustaka
Semi,
Atar. 1982. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Irawan
AM, Ferry. 2009. Umang. Jogjakarta:
Diva Press.
9.
Sinopsis Novel Umang Karya Ferry Irawan AM
“Sebuah novel yang berbicara mengenai tren masa kini.
Bauran dari keindahan seni ingar-bingar budaya pop & semangat religius
dengan kecenderungan transendental. Dan ditinjau dari pengarang inilah satu
lagi ‘novel pesantren’ yang ikut memperpanjang daftar karya pesantren.
Selamat.”KH. A. Mustofa Bisri budayawan pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut
Thalibin Rembang. “Novel seperti ini termasuk langka; berkisah tentang
metafisika. Saat Firman sang tokoh utama tertidur di makam Sunan Ampel dia
bermimpi bertemu sang sunan. Setelah itu dia mengalami keajaiban. Novel ini
juga berkisah tentang proses meraih keikhlasan. Karena novel ini layak
dibaca.”KH. Shalahuddin Wahid atau Gus Sholah pengasuh Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang. “Belajar tentang ‘sedekah’ & kebaikan dari sebuah novel
seperti ini adalah satu cara yang patut saya tiru. Sungguh menarik seru &
menginspirasi banyak orang.” Ustadz Yusuf Mansyur pimpinan Pondok Pesantren
Daarul Qur’an Cipondok Tangerang Banten. Pembaca novel ini memotivasi siapa pun
Anda untuk bangkit dari keterpurukan apa pun! Membaca Anda akan memperoleh
inspirasi hidup pantang menyerah guna membangkitkan kedahsyatan diri termasuk
dalam semesta tasawwuf spiritualitas Islam. Insya Allah inilah bacaan
bermanfaat & berhikmah buat Anda.. Umang.
21 November 2016 at 03:08
Puanjuaaang Euy ulasannya, kereeen.