1.
Pendahuluan
1.1. Latar
Belakang
Sunarto & Hartono (1994: 1) menjelaskan bahwa
manusia dikenal sebagai makhluk yang berpikir (homo sapiens), makhluk yang berbuat (homo faber), makhluk yang dapat dididik (homo educandum) dan lain sebagainya. Dari pandangan tersebut dapat
diketahui bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Jadi yang dimaksud manusia secara utuh adalah manusia dengan
sifat yang seimbang dari segi individu dan sosial, jasmani dan rohani, serta
dunia dan akhirat. Karena manusia adalah makhluk yang kompleks tentunya manusia
ini dalam hidupnya akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Menurut
Sunarto & Hartono (1994: 3) pertumbuhan digunakan untuk menyatakan
perubahan-perubahan kuantitatif mengenai fisik maupun biologis, sedangkan
perkembangan digunakan untuk perubahan-perubahan kualitatif mengenai aspek
psikis atau rohani dan aspek sosial.
Gambar :Peserta Didik |
Dari
definisi di atas dapat diketahui bahwa ada manusia ini juga merupakan makhluk
yang dapat didik. Maka dari itu manusia membutuhkan pendidikan untuk
keberlangsungan hidupnya. Pada saat itulah manusia memiliki kedudukan sebagai
peserta didik. Peserta didik adalah setiap individu yang melakukan suatu
kegiatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan untuk membentuk kepribadiannya
menjadi lebih baik. Setiap peserta didik ini juga mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut akan menyebabkan perbedaan
karakteristik setiap peserta didik. Sunarto & Hartono (1994: 4) setiap
individu memiliki cirri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan
karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan .
Seorang guru ataupun tenaga pendidik merupakan seorang
yang harus mendidik setiap peserta didiknya dan memajukan dari yang tidak bisa
menjadi bisa. Namun demikian, setiap peserta memiliki karakteristik yang
berbeda-beda sehingga kemampuan mereka pun tidak sama. Dalam masalah ini,
seorang tenaga pendidik akan dituntut bisa menghadapi situasi yang sedemikian
rupa, karena beda karakter pasti beda pula cara menangani. Dari masalah inilah,
seorang guru penting untuk mengetahi sejauh mana siswanya berkembang dan apa
saja yang harus dilakukan serta apa saja yang diperlukan untuk melaksankan hal
tersebut. Maka dari itu sangatlah penting bagi tenaga pendidik untuk memahami
metode dan instrumennya yang akan diuraikan dalam bab pembahasan.
1.2. Rumusan
Masalah
1) Bagaimanakah definisi metode untuk mempelajari
perkembangan peserta didik?
2) Bagaimana jenis desain penelitian untuk mempelajari
perkembangan peserta didik?
3) Bagaimana jenis pendekatan penelitian untuk
mempelajari perkembangan peserta didik?
4) Bagaimanakah definisi dan jenis instrument riset
perkembangan peserta didik?
1.3. Tujuan
1)
Menjelaskan
definisi metode untuk mempelajari perkembangan peserta didik.
2)
Menjelaskan
jenis desain penelitian untuk mempelajari perkembangan peserta didik.
3)
Menjelaskan
jenis pendekatan penelitian untuk mempelajari perkembangan peserta didik.
4)
Menjelaskan
definisi dan jenis instrument riset perkembangan peserta didik.
2.
Pembahasan
2.1 Definisi Metode dalam
Perkembangan Peserta didik
Dalam kehidupan sehari-hari, kata metode sangat sering
kita dengar dalam dunia keilmuan. Metode menurut Wiradi (carapedia.com, 2015) Metode
adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara
sistematis (urutannya logis). Metode
berasal dari Bahasa Yunani methodos
yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,
maka, metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Jadi metode ini sudah mencakup desain, pendekatan
maupun instrumen.
Fungsi
metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau bagaimana cara
melakukan atau membuat sesuatu (wikipedia, 2013).Singkatnya
metode merupakan cara berpikir atau cara apa yang harus dilakukan agar dapat
mendapat sesuatu yang menjadi tujuan. Seorang tenaga pendidik atau sebut saja
misalnya seorang guru akan selalu menggunakan metode dalam mengajar siswa dan
sebagai cara untuk mengetahui sejauh mana ia (guru tersebut) dapat memberikan
sebuah kemajuan atau perubahan. Cara yang guru tersebut pakai ialah sebuah
metode dalam mengamati siswa. Kesimpulannya, dalam mengamati apa yang terjadi
atau untuk mengamti perkembangan peserta didik, seorang tenaga pendidik
pastilah memakai sebuah metode atau dapat juga disebut sebagai strategi dalam
usaha mencapai sebuah tujuan.
2.2 Desain Penelitian untuk
Perkembangan Peserta Didik
2.2.1 Desain
Eksperimen
Desain eksperimental memungkinkan para peneliti menentukan
secara tepat sebab-sebab perilaku (Santrock,
2002:59). Sesuai dengan namanya, metode ini dilaksanakan
dengan suatu eksperimen. Dengan metode ini, para peneliti dapat menentukan
hampir dengan tepat sebab-sebab terjadinya perubahan atau perilaku karena
mereka menggunakan variable yang dapat dimanipulasi oleh mereka sendiri. Setiap
perubahan hampir pasti diketahui karena tercatat secara teratur dengan
mengamati eksperimen tersebut. Terdapat dua jenis variable yang digunakan yaitu
Variabel bebas dan Variabel terikat.
Variabel bebas (Independent
Variable) ialah faktor eksperimental yang dimanipulasi dan yang berpengaruh
dalam eksperimen. Label bebas digunakan karena variable ini dapat diubah secara
bebas dari factor lain (Santrock, 2002 : 65 ). Jadi variable ini merupakan
bebas dan perubahannya tidak terikat oleh variable lain, variable ini bebas diubah oleh para peneliti. Perubahan variable yang dilakukan
tentunya bukan tanpa sebab. Perubahan variable dilakukan untuk mengetahui
kemungkinan-kemungkinan apa saja yang dapat terjadi pada suatu eksperimen
jika variabel yang mempengaruhi berbeda.
Variable yang kedua adalah variable
terikat (Depentdent Variable) ialah
factor yang diukur dalam suatu eksperimen; factor itu dapat berubah karena manipulasi variable bebas. Label
terikat digunakan karena variable ini bergantung pada apa yang terjadi pada
subyek dalam eksperimen (Santrock, 2002:66).Variabel ini dapat
berubah akibat pengaruh dari variable bebas.
Contoh
penerapan metode ini misalnya ketika kita ingin mengetahui pengaruh jam belajar
siswa terhadap nilai yang diperoleh siswa. Kita mengatur durasi belajar bagi
beberapa siswa. Durasi belajar ini merupakan variable bebas karena tidak
terpengaruh variable lain. Lamanya durasi belajar siswa juga bebas kita atur.
Setelah melaksanakan belajar dengan durasi yang telah ditentukan tadi maka kita
amati nilai siswa (nilai sebagai variable terikat ). Apakah durasi siswa yang
belajar lebih lama dapat membuat siswa meraih nilai baik atau sebaliknya, atau justru
tidak berpengaruh sama sekali.
Metode eksperimental memang dapat membantu kita dalam menentukan secara
lebih tepat terhadap sesuatu objek pengamatan, namun metode ini tidak dilakukan
dengan mudah. Pengamatan dan pencatatan yang ketat harus dilakukan. Masalah
selanjutnya yang dihadapi ketika menerapkan metode ini ialah keadaan diluar
kemampuan para peneliti. Terkadang ada hal-hal yang berada diluar kendali
peneliti sehingga tidak dapat memungkinkan peneliti mengendalikan variable.
2.2.2
Desain
Non – Eksperimen
a.
Korelasi
Dalam buku Life Span Development, Santrock
berpendapat sebagai berikut :
Strategi Korelasional, tujuannya ialah menggambarkan kekuatan relasi
antara dua atau lebih peristiwa atau karakteristik. Strategi ini sangat berguna
karena semakin kuat peristiwa dikorelasikan (diihubungkan atau diasosiasikan),
semakin efektif kita dapat meramalkan salah satu peristiwa atau ciri dari
peristiwa atau ciri lain. (Santrock, 2002 : 64)
Dari metode ini, dapat dipahami bahwa suatu peristiwa
berakibat pada peristiwa lain atau suatu peristiwa menyebabkan peristiwa lain.
Terdapat hubungan atau kausalitas dalam setiap kejadian sehingga kita dapat
menyimpulkan apa yang terjadi lewat penalaran. Yang juga harus diperhatikan
dalam hal ini ialah penggambaran kekuatan relasi atara dua atau lebih peristiwa
atau karakteristik.
Jadi kita harus mengetahui seberapa besar/kuat relasi
yang akan memudahkan kita untuk mengamati apa yang terjadi selanjutnya karena
terdapat hubungan kausalitas. Contohnya ialah jika seorang siswa malas belajar,
mereka akan mendapatkan nilai jelek. Dari hal ini kita harus memahami relasi
antar siswa yang malas dan nilai jeleknya. Apakah kemalasan siswa tersebut
membuatnya mendapat nilai jelek atau sebaliknya yaitu karena mendapat nilai
jelek maka siswa tersebut menjadi malas belajar atau juga ada factor lain yang
menyebabkan siswa malas belajar seperti factor ketiadaan
bahan belajar atau tidak cocok dengan guru mata pelajaran dan lain sebagainya.
b.
Deskriptif
Seluruh
metode pengumpulan data yang telah kita diskusikan dapat digunakan dalam
penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengamati dan merekam perialku.
Secara otomatis, penelitian deskriptif tidak dapat membuktikan apa yang
menyebabkan suatu fenomena, tetapi mengungkapkan informasi penting tentang
perilaku seseorang (Santrock, 2007 : 64).
Jadi metode ini hanya mengungkapkan deskripsi dan informasi tentang
sesuatu secara lebih mendalam dan bukan untuk mencari penyebab suatu perilaku
atau peristiwa. Misalnya, jika kita mengamati seorang anak yang mempunyai nilai
bagus, maka akan dideskripsikan bahwa anak itu mempunyai nilai bagus, mampu
menguasai materi dengan baik dan deskripsi mendetail tentang keadaan anak yang
mempunyai nilai bagus tersebut. Namun metode ini tidak mencakup apa penyebab
anak tersebut dapat mempunyai nilai yang bagus.
c.
Komparatif
Penelitian
komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban
secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor
penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena (Nazir dalam Mohammad
Rosyid, 2014). Komparatif juga bersifat
membandingkan persamaan dan perbedaan dari objek yang diteliti. Cara ini hampir
mirip dengan deskriptif tetapi perbedaannya bahwa cara ini menganalisis
penyebab terjadi atau mengapa suatu fenomena muncul, berbeda dengan deskriptif
yang tidak mencakup hal-hal tersebut, itulah perbedaan antara keduanya.
Misalnya ialah seperti diuraikan diatas tentang anak yang mempunyai nilai bagus
dengan anak yang mempunyai nilai jelek. Dalam metode komparatif akan
menguraikan juga tentang penyebab dan perbandingan keduanya seperti penyebab
mempunyai nilai baik ialah tersedianya
bahan yang dipelajari dan jam belajar siswa disertai dengan kemampuan menerima
materi dengan baik. Sebaliknya penyebab nilai jelek ialah tidak tersedianya
bahan bacaan maupun kurangnya kemampuan menerima materi dengan baik.
2.3
Pendekatan
Penelitian untuk Memahami Perkembangan Peserta Didik
2.3.1
Pendekatan
Lintas-Seksional
Pendekatan lintas seksional ialah suatu strategi penelitian yang
membandingkan individu-individu yang berbeda usia pada suatu kesempatan
(Santrock, 2002 : 61). dalam metode ini para peneliti akan meneliti beberapa individu dengan
variasi usia yang berbeda-beda. Dari usia yang berbeda-beda ini akan
dibandingkan bagaimana perbedaan mereka dalam beberapa hal. Penelitian ini akan
lebih efisien karena untuk mengamati tahapan kehidupan manusia misalnya
peneliti tidak perlu menunggu seseorang untuk mencapai usia tertentu. Contoh
penerapannya misalnya ketika kita ingin mengamati perkembangan peserta didik
usia 5 – 15 tahun maka diambil masing – masing 2 orang anak dari setiap anak
berusia 5 sampai 15 tahun. Setelah itu kita mengamati hal-hal apa saja atau
perkembangan apa saja yang terjadi pada tiap-tiap usia 5 hingga 15 tahun dari
anak-anak yang dijadikan contoh tadi.
Namun jika ada kelebihan pastilah ada kekurangan.Kekurangan dalam metode ini
adalah bagaimana sebuah proses perkembangan terjadi, bagaimana progress atau regressnya tentu akan sulit dilihat karena yang diketahui adalah
hasilnya.
2.3.2
Pendekatan
Longitudinal
Pendekatan
Longitudinal (Longitudinal approach)
ialahsuatu strategi penelitian yang mempelajari individu yang sama selama suatu
periode waktu, biasanya beberapa tahun atau lebih (santrok, 2002 : 52).
Pendekatan ini memakan waktu yang lama tetapi proses perubahan yang terjadi
pada seseorang akan lebih terlihat jelas karena peneliti mengamati objek yang
sama dan dengan jangka waktu tertentu. Penerapan pendekatan ini dalam meneliti
perkembangan anak dari usia 5 hingga 15 tahun dengan cara mengambil misal 2
orang anak yang berusia 5 tahun. Maka kita amati apa saja yang terjadi atau
perubahan/perkembangan yang terjadi hingga 2 orang anak tersebut berusia 15
tahun. Hal ini membuat peneliti akan dapat lebih jelas melihat
perubahan-perubahan yang terjadi beserta proses terjadinya, namun penelitian
dengan model pendekatan ini membutuhkan waktu yang sangat lama.
2.3.3
Pendekatan
sekuensial
Pendekatan
sekuensial (Sequential approach)
ialah kombinasi rancangan lintas seksional dan longitudinal. Dalam banyak hal,
pendekatan ini mulai dengan studi lintas seksional yang mencakup individu dari
usia berbeda. Berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengukuran awal,
individu yang sama diuji lagi – ini merupakan aspek longitudinal dari
rancangan. Pada waktu selanjutnya, sekelompok subyek baru diiukur pada
masing-masing tingkat usia (santrock, 2002: 52). Jadi dalam pendekatan ini,
peneliti memadukan dua cara secara bertahap sehingga informasi yang tidak
diperoleh dari pendekatan longitudinal maupun lintas seksional dapat diketahui
menggunakan pendekatan ini. Misalnya untuk meneliti perkembangan peserta didik
usia 5 hingga 15 tahun kita melaksanakan penelitian dengan cara mengambil masing-masing
2 orang dari setiap usia 5 hingga 15 tahun setelah itu kita amati perkembangan
apa saja yang terdapat pada tiap usia (pendekatan cross-sectional). Setalah itu individu yang sama misalnya 2 orang
dari usia 5 tahun kita amati kembali hingga usia mereka mencapa 15 tahun (
pendekatan longitudinal). Dengan cara ini kita dapat mengetahui dengan lebih
jelas dan valid.
2.4
Definisi Dan Jenis Instrument Riset Perkembangan
Peserta Didik
Menurut Suyanto dan Sutinah (2008:59) instrument riset
adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai sumber data
terpenting dalam sebuah penelitian survey. Semua jenis instrument penelitian
ini berisi rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau suatu permasalahan yang
menjadi tema pokok penelitian.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian pengumpulan data adalah proses, cara,
perbuatan mengumpulkan, atau menghimpun data. Sedangkan instrumen adalah sarana
penelitian (berupa seperangkat tes,
dsb) untuk mengumpulkan data sebagai
bahan pengolahan.
Menurut Suharsini Arikunto dalam
Kholifah instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegitannya mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata
dalam Kholifah menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat yang digunakan
untuk merekam pada umumnya secara kuantitatif keadaan dan aktivitas
atribut-atribut psikologis. Jadi dari beberapa definisi tersebut dapat
diketahui bahwa instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mempermudah dalam memeperoleh informasi (data) dalam melakukan sebuah
penelitian.
Data sendiri menurut sifat dan
bentuknya dibagi menjadi dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif adalah data yang berbentuk angka sedangkan data kualitatif adalah
data yang berbentuk kata-kata atau susunan dari kalimat-kalimat. Menurut
Sugiyono dalam Kholifah teknik pengumpulan data kuantitatif dapat dilakukan
dengan cara interview (wawancara), kuisioner(angket), dan observasi atau
pngamatan. Adapun untuk pengumpulan data kualitatif dapat dilakukan dengan cara
interview (wawancara), observasi (pengamatan), dokumen dan triangulasi. Pada
dasarnya teknik atau cara pengumpulan data kualitatif ataupun kuantitatif
adalah hampir sama hanya ada beberapa cara yang mungkin dapat digunakan pada
pengumpulan data kualitatif namun tidak dapat digunakan pada data kuantitatif.
Penjelasan mengenai teknik atau cara
pengumpulan data adalah sebagai berikut.
a.
Wawancara (interview)
dan Kuisioner
Menurut Singaribun (1928: 145) wawancara merupakan
suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini hasil wawancara
ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus
informasi. Faktor- faktor tersebut adalah pewawancara, responden, topik
penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.
Menurut Santrock (2002: 56) cara
terbaik dan tercepat untuk memperoleh informasi dari seseorang adalah dengan
meminta informasi kepada orang tersebut. Para pakar psikologi menggunakan
wawancara dan kuisioner untuk mengetahui pengalaman serta sikap dari individu.
Menurut Esterberg dalam Kholifah
mendefinisikan interview sebagai a meeting of two persons to exchange
information and idea through question and responses, resulting in communication
and joint construction of meaning about a particular topic. Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa wawancara adalah pertemuan dua orang yang melakukan pertukaran
informasi dengan cara bertanya dan menjawab, sehingga dapat memperoleh makna
dari suatu topik.
Model dari wawancara ternyata juga
beragam mulai dari wawancara yang tidak terstruktur hingga wawancara yang
terstruktur. Menurut Esterberg dalam Kholifah wawancara tidak terstruktur
adalah wawancara yang dimana peneliti tidak menggunakan pedoman berupa
pertanyaan secara sistematis dalam pengumpulan datanya. Adapun wawancara
semistruktur adalah pelaksanaan wawancara lebih bebas, dengan tujuan menemukan
permasalahn secara lebih terbuka dimana responden dimintai pendapat dan ide-idenya.
Sedangkan wawancara tersruktur adalah dimana pewawancara (peneliti) sudah
mengetahui perkiraan informasi apa saja yang akan diperoleh, sehingga
pertanyaannya sudah dipersiapkan beserta alternatif jawabannya. Biasanya untuk meneliti perkembangan peserta didik
dapat dilakukan wawancara langsung ke peserta didiknya atau bisa wawancara
melalui gurunya. Apabila langsung kepada peserta didiknya maka peneliti bisa
mendapat informasi yang lebih akurat.
Dengan menggunakan metode wawancara ini
peneliti akan memperoleh informasi secara langsung. Jadi apabila ada jawaban
dari responden yang kurang dimengerti bisa ditanyakan langsung pada saat itu.
Perolehan informasi akan lebih akurat dan mendalam. Namun sayangnya dengan
metode wawancara ini peniliti tidak dapat menjangkau banyak orang, karena
biasanya wawancara dilakukan secara face to face.
Selanjutnya adalah kuisioner,
menurut Santrock (2002: 56) kuisioner ini hampir mirip dengan wawancara
terstruktur hanya saja pertanyaan yang diajukan kepada responden dituliskan di
atas kertas jadi responden tidak menjawab secara verbal kepada pewawancara
namun menuliskannya dalam kertas tersebut. Adapun keuntungan dari cara ini
adalah peneliti dapat menjangkau banyak orang karena tidak harus dilakukan secara
face to face. Namun terkadang jawaban dari responden kurang akurat karena
mungkin pertanyaan kurang spesifik atau responden kurang bisa memahaminya.
b. Observasi
(pengamatan)
Observasi ini memiliki ciri yang
lebih spesifik dibandingkan dengan wawancara dan kuisioner karena observasi
tidak hanya menggunakan objek manusia tetapi juga alam. Menurut Sutrisno Hadi
dalam Kholifah observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara proses
yang paling penting adalah pengamatan dan ingatan.
Berdasarkan proses pelaksanaannya
observasi dapat dibagi menjadi dua yaitu observasi partisipan (participant
observation) dan observasi non partisipan (non participant observation).
Observasi partisipan adalah ketika peneliti ikut mengambil bagian dalam
kehidupan orang-orang yang diobservasi. Sedangkan observasi non partisipan
adalah ketika peneliti tidak ikut langsung dalam kehidupan orang yang diteliti
melainkan hanya mengamati saja.
Adapun
keuntungan dari observasi ini adalah peneliti dapat menegatahui banyak gejala
yang terjadi secara langsung, dan hasil dari observasi lebih akurat
serta sulit dibantah. Namun kekurangannya cara ini tidak dapat digunakan untuk
meneliti sebuah peristiwa yang sudah berlangsung lama. Selain itu observasi ini
sangat bergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat si peneliti. Untuk meneliti perkembangan peserta didik si peneliti
dapat melakukan penelitian secara langsung di sekolah, taman bermain, penitipan
anak ataupun tempat-tempat yang disukai anak. Dari pengamatan secara langsung
ini si peneliti dapat langsung mengetahui bagaimana tingkah laku individu yang
beragam.
c. Tes terstandar
Menurut Aiken dalam Santrock (2007: 62) dari tes
terstandarisasi ini memungkinkan pencapaian individu untuk dibandingkan dengan
individu lainnya. Jadi dengan tes tersebut memberikan gambaran bagaimana
kepribadian setiap individu. Tes terstandar ini biasanya dibuat oleh lembaga
khusus atau lembaga resmi. Tes tersebut harus memenuhi syarat yang baik seperti
validitasnya. Maksud dari standar disini adalah tes tersebut memiliki tolak
ukur yang sama misalnya adalah tes tersebut dilakukan diwaktu yang bersamaan
jadi kemungkinan kondisi peserta didik sama, diberikan pertanyaan-pertanyaan yang
sama, memiliki waktu pengerjaan yang sama serta memiliki cara pengolahan hasil
yang sama pula.
Contoh dari tes terstandar ini biasanya adalah tes
intelegensi. Tes intelegensi ini dibuat oleh suatu lembaga resmi. Dalam tes
intelegensi peserta didik diberikan berbagai persolan atau permasalahan yang
harus diselesaikan. Persolan-persoalan yang diberikan memiliki tingkat
kesukaran yang sama dan harus dikerjakan dalam waktu yang sama pula. Jadi dari
hasil perolehan pengerjaan dapat diketahui bagaimana kecerdasan individu.
Menurut Gregory dalam Santrock (2007: 62) dijelaskan
bahwa keuntungan utama dari tes terstandar ini adalah dapat memberikan
informasi mengenai perbedaan individual antar manusia. Namun terdapat
permasalahan juga dari pelaksaan tes terstandar ini, yaitu terkadang hasil tes
tidak sesuai dengan kemampuan individu di luar tes. Biasanya individu tidak
mendapat hasil rendah atau kurang maksimal dalam tes, namun di luar tes dapat
memperoleh hal yang lebih baik. Permasalahan tersebut biasanya muncul karena
adanya kecemasan pada individu. Maka dari itu terkadang hasil dari belum tentu
menggambarkan kemampuan individu yang sebenarnya.
d. Pengukuran Fisiologis
Menurut Susman & Dorn dalam Santrock (2007: 60)
pengukuran fisiologis adalah penelitian biologi manusia, dengan menggunakan
pengukuran fisiologis ini peneliti dapat memperoleh pengetahuan yang menakjubkan
menegenai pikiran dan perilaku manusia. Pengukuran fisiologis ini digunakan
untuk mengukur fungsi dari sistem sarat pusat, sistem saraf otonomi dan sistem endokrin. Jadi dengan menggunakan
pengukuran ini peneliti dapat mengetahui bagaimana fungsi dari biologis
seseorang apakah sudah berfungsi dengan sempurna atau belum.
Sistem
saraf pusat terdiri dari
otak dan tulang belakang. Dengan menggunakan pengukuran terhadap sistem saraf pusat ini peneliti dapat
menegetahui informasi mengenai otak dan kinerjanya. Dengan menggunakan
pengukuran ini juga dapat diketahui fungsi dari otak bahkan juga kerusakan pada
otak. Selain sistem saraf pusat terdapat
juga sistem saraf otonomi yaitu
berkaitan dengan organ-organ yang ada di dalam tubuh manusia. Sitem saraf
tersebut berfungsi untuk membawa pesan dari maupun ke organ dalam tubuh,
memantau proses detak jantung, pernafasan serta pencernaan. Selanjutnya
terdapat sistem endokrin yaitu
terdiri dari sekumpulan kalenjar yang mengatur aktivitas organ-organ tertentu
dengan memproduksi maupun melepaskan produk kimia yang disebut hormon ke dalam aliran darah.
Dari pengukuran beberapa sistem saraf tersebut
peneliti dapat mengetahui kinerja otak seseorang, kelainan yang terjadi pada
seseorang , tingkat emosi maupun fisik seseorang. Pengukuran fisiologis ini
juga dapat digunakan pada peserta didik jika dibutuhkan. Misalnya apabila seorang peneliti ingin
mengetahui bagaimana masa pubertas pada anak-anak dapat diketahui dari
perubahan tingkat hormon estrogen dan
androgen pada anak tersebut.
3
Penutup
3.3 Kesimpulan
Metode
merupakan cara berfikir atau cara yang harus dilakukan agar dapat mendapat
sesuatu yang menjadi tujuan. Selanjutnya
untuk mengetahui perkembangangan peserta didik ini juga terdapat beberapa
desain yaitu Eksperimental sesuai dengan namanya desain ini menggunakan
eksperimen dan non ekperimental yang
terdiri dari korelasi, deskripti dan komparatif.
Pendekatan dalam penelitian perkembangan peserta didik
juga diperlukan. Adapun jenis-jenis dari pendekatan antara lain adalah Lintas
seksional adalah suatu strategi penilaian yang membandingkan individu yang
berbeda. Lalu ada longitudinal approach
dan yang terakhir
adalah sekuensial
approach.
Jenis
instrumen riset perkembangan peserta didik dapat didefinisikan sebagai alat bantu yang dipilih dan
digunakan peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data. Data dibagi menjadi dua
yaitu kualitatif dan kuantitatif. Dalam pengupulan data tersebut terdapat
beberapa cara yaitu wawancara, kuisioner,
observasi, dan tes terstandar.
3.4 Saran
Dalam
menangani peserta didik, pendidik harus lebih sabar dalam menanganinya, pendidik dapat
menggunakan metode diatas agar bisa lebih mudah menangani para peserta didik
yang beraneka ragam sifatnya. Karena jika salah dalam menanganinya maka akan
berpengaruh pada perkembangan peserta didik di masa yang akan datang.
Daftar Rujukan
Carapedia. 2015. Pengertian dan Definisi Metode Menurut Para
Ahli. (Online), (http://carapedia.com/pengertian_definisi_metode_menurut_para_ahli_info497.html),
diakses pada 27 Januari 2015.
Kholifah. Ummi.__. Pengumpulan
Data dan Instrumen Penelitia. (http://e-journal. pengumpulan-data-dan-instrumen-penelitian_umi-kholifah_oke.com),
(Online), diakses 28 Januari 2015.
Rosyid,
Mohammad. 2014. Penelitian Komparatif. (http://pgsdberbagi.blogspot.com/2014/01/penelitian-komparatif.html),
diakses pada 11 Februari 2015.
Santrock, John W. 1997. Life-Span
Developmen: Perkembangan Masa Hidup (jilid 1). Terjemahan Damanik &
Chusairi. 2005. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. _. Child
Development: Perkembangan Anak. Terjemahan Rachmawati & Kuwanti. 2007.
Jakarata: Erlangga.
Singaribun, Masri. 1982. Metode
Peneletian Survey. Jakarta: PT. Repro Golden Victory.
Sunarto & Agung Hartono, 1994.
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suyanto, Bagoeng
& Sutinah. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta:
Kencana.
Wikipedia. 2013. Metode.(Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Metode), diakses pada 27 Januari
2015.